Rabu, 23 Juni 2010

Masyarakat LiaE Rebutan Air Bersih

Senin, 21 Jun 2010

KUPANG, Timex - Musim hujan yang minim dan panas yang berkepanjangan di daratan Sabu Raijua mulai memperlihatkan akibat bagi warga setempat. Sumur masyarakat yang dahulu debit airnya masih mencukupi hingga bulan Oktober, sekarang sudah mulai mongering. Karenanya, masyarakat mulai berebutan air bersih. Daerah yang terancam kekurangan air bersih saat ini adalah Kecamatan LiaE yang memiliki mata air yang sangat minim dibanding dengan daerah lain di daratan Sabu.

Salah satu tokoh masyarakat dan tokoh agama Desa Eilogo, Pdt Jhony Hege kapada Timor Express akhir pekan lalu di Kupang mengatakan, sekarang masyarakat LiaE sudah terancam kekurangan air bersih. Sebab, sumur yang digali masyarakat waktu lalu, kini sudah mulai kering. Akibatnya, warga mulai berebutan air bersih di sumur-sumur yang masih ada air.

"Sekarang kita di LiaE su mulai susah air. Kalalu dulu biasanya kita mulai kesulitan air pada bulan Oktober atau November, tapi tahun ini baru memasuki bulan Juni saja semua sumur rata-rata sudah mulai kering. Kalaupun ada sumur yang masih ada airnya, itu sumur tua sehingga masyarakat harus antri untuk mendapatkan air bersih. Kalau airnya ditimbah lebih dari tiga atau empat ember, maka airnya sudah mulai keruh. Sehingga butuh waktu beberapa jam lagi baru airnya bisa kita ambil. Kalau tahun-tahun kemarin bulan begini air di dalam sumur masih bisa tiga hingga empat meter dari dasar sumur, sehingga kita tidak sesulit sekarang," ujar Jhony.

Jhony mengaku, embung yang ada di LiaE hanya bisa dipakai untuk menyiram tanaman holtikultura di sekitar embung karena airnya keruh. Selain itu, hanya digunakan sebagai minuman ternak. Untuk mandi atau untuk diminum tidak bisa. Hingga sekarang belum ada mata air yang keluar di sekitar embung, sehingga walaupun airnya banyak tapi tidak bisa digunakan untuk mandi atau minum.

"Memang kita di LiaE ada satu embung, tapi kita tidak ambil airnya untuk minum. Sebab, selain sudah kotor dengan kotoran ternak, air yang ada juga keruh dan kotor. Sehingga hanya bisa dipergunakan buat siram berbagai macam sayur di sekitar embung. Coba ada bak khusus yang disiapkan untuk menampung air, mungkin kita bisa pergunakan untuk mandi atau cuci," kata Jhony. Jhony mengaku, pemerintah sudah memberikan bantuan fiber untuk menampung air bagi desa-desa yang ada di LiaE. Tapi kendala yang dialami adalah hujan yang turun sangat sedikit, sementara masyarakat tidak bisa membeli air dari tangki karena kondisi ekonomi mereka yang sulit.

Dikatakan, untuk wilayah Kecamatan LiaE ada satu sumber air yang bisa dipergunaikan bagi kepentingan beberapa warga di empat desa di Kecamatan Liae yaitu mata air yang terletak di Desa Kota Hawu. Mata air tersebut selain debitnya cukup besar, juga terletak didataran tinggi sehingga hanya membutuhkan pipa untuk mengalirkannya ke beberapa desa yang terletak di dataran rendah seperti Desa Ledetalo, Halla Padji, Eilogo serta Desa Kota Hawu.

Namun karena masyarakat tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli pipa air, maka mata air tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Untuk itu, diharapkan agar pemerintah Kabupaten Sabu Raijua bisa memperhatikan keluhan warga dengan memanfaatkan mata air Kota Hawu untuk dipasang pipa agar dialirkan secara grafitasi ke empat desa itu.

"Memang kita punya mata air yaitu yang ada di Desa Kota Hawu, tapi kita terbentur pada dana untuk membeli pipa atau leding sehingga kita berharap pemerintah bisa membantu kita supaya kita tidak kesulitan air. Itu tidak perlu pakai motor air, karena mata airnya ada di tempat yang tinggi. Sehingga, cukup dengan grafitasi saja masyarakat sudah bisa menikmati air bersih," harap Jhony. (kr9)

Pakan Ternak Kangkung Menjanjikan

Senin, 31 May 2010

KUPANG, Timex- Ketersediaan bahan baku makanan ternak memang masih rendah jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang tergolong melimpah. Namun kebutuhan akan pakan ternak kian meningkat seiring bertambahnya peternak hewan produksi seperti babi dan kambing. Hal ini dirasakan Petrus, penyedia pakan ternak, khususnya kangkung yang memang menjadi incaran peternak. Ditemui di kediamannya di Jalan El Tari III Lasiana Kupang, Minggu, (30/5) kemarin, Pit, begitu sapaannya, terlihat sebuk melayani setiap pelanggan yang terus berdatangan. Kepada Timor Express, Pit mengakui semakin banyak kebutuhan terhadap pakan ternak di daerah ini.

Menurut Pit, sejak menggeluti usaha tersebut, hampir tidak pernah mengalami situasi sepi pelanggan. Bahkan untuk memenuhi permintaan pelanggan, dirinya siap melayani pelanggan hingga larut malam. "Setiap hari selalu ramai, karna ternak itu makan seperti manusia juga," ujar Pit yang mengaku telah menjalani usahanya selama dua tahun itu. Terkait stok kangkung yang diperolehnya, Pit mengungkapkan, dirinya membeli pakan tersebut dari petani seyur yang berada di Tarus.

Untuk mendapatkan kangkung, lanjut ayah tiga anak itu, dirinya membeli per petak dari para petani. "Ini kita beli dari petani. Kalau kangkung yang mereka tanam itu sudah terlalu tua dan tidak bisa dijual lagi, nanti kita yang beli. Trus kita jual ke peternak dong," jelas Pit sembari menambahkan, harga per petak Rp 200.000 hingga Rp 600.000.

Dijelaskan Pit, setelah bersepakat dengan pemilik lahan, kemudian dirinya mengangkut kangkung tersebut menggunakan sepeda motor untuk dipasarkan di halaman rumahnya. "Setiap hari itu kita bisa jual lebih dari 60 karung. Sedangkan harganya Rp 5.000 perkarung. Kalau ukuran karung itu kita pakai sak semen. Jadi satu hari paling kurang kita dapat Rp 100.000. Tapi kadang-kadang bisa sampai Rp 200.000 per hari," terang Pit.

Pit menuturkan, pelanggan yang selalu menyambangi rumahnya didominasi peternak babi. Namun saat ditanya tentang alamat pelanggan, Pit mengaku tidak semua pelanggan dikenalnya. Namun lanjut dia, ketersediaan pakan yang selalu mencukupi, membuat pelanggannya semakin bertambah. "Kebanyakan yang beli itu peternak babi, kambing dan ada juga yang pelihara kelinci. Tapi yang paling banyak pelihara babi," pungkas Pit. (mg9)

PU NTT Bangun Puluhan Rumah Mubazir

Senin, 07 Jun 2010
Tak Dihuni dan Mulai Hancur

KUPANG, Timex- Ini yang namanya proyek-proyekan. Bagaimana tidak, sekira 35 unit rumah dibangun Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT di Dusun II Boneana, Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang Barat, dibiarkan hancur tak berpenghuni alias mubazir. Kuat dugaan, rumah-rumah yang didirikan tahun 2004 hingga 2006 tersebut, dibangun tanpa perhitungan yang matang. Pasalnya, rumah-rumah tersebut dibangun dalam kawasan hutan belantara, tanpa penerangan listrik dan air bersih.

Menurut H. Sampoerno Siregar, ketua Yayasan Kesejahteraan Pegawai PU Provinsi NTT yang dihubungi Timor Express, Sabtu pekan lalu (5/6), rumah-rumah tersebut sedianya akan dijual secara kredit kepada pegawai Dinas PU Provinsi NTT.

Sayangnya, kata Sampoerno yang dihubungi melalui handphonenya, tak satupun pegawai instansi itu menyatakan minatnya. "Mungkin karena tidak ada listrik dan air bersih, sehingga tidak ada pegawai yang berminat kredit," beber Sampoerno dari balik handphonenya.

Dikatakan Sampoerno, Dinas PU Provinsi NTT sedianya berencana membangun 2.000 unit rumah, namun yang baru terealisasi sekira 35 unit. Pembangunan ke-2.000 unit rumah itu, di areal seluas 100 hektar are. "Rencananya akan dibangun dua ribu unit, tapi sampai dengan tahun 2006, yang selesai dibangun sekira 35 unit.

Saya sudah lupa perusahaan apa kerjakan rumah-rumah itu, tapi kontraktornya bernama Pak Nardi Eko," tambah Sampoerno. Seperti disaksikan Timor Express Sabtu lalu, bangunan puluhan rumah-rumah tersebut mulai hancur dimakan usia. Beberapa bagian tembok rumah tersebut mulai runtuh, dan atapnya ada yang copot karena diterbangkan angin. "Rumah-rumah itu dibangun di atas kapling istimewa.

Tidak ada ukuran yang jelas, satu sama lainya. Soalnya dibangun di atas lahan yang luas sekira seratus hektar," pungkas Sampoerno. Beberapa warga Dusun II Boneana yang sempat ditanyai koran ini menyebutkan, tidak adanya sarana listrik dan air bersih sebagai penyebab keengganan pegawai PU NTT meng-kredit rumah-rumah tersebut.

Bahkan, warga di dusun itu sering mengaku takut dan ngeri bila melalui perumahan itu. Pasalnya, rumah-rumah itu dibiarkan kosong tanpa dihuni. "Katong ju heran, kanapa pemerintah bangun rumah di tengah hutan bagini? Mana ada pegawai mau beli ini rumah, sonde ada listrik dan air bersih. Pemerintah hanya buang-buang uang sa," tutur Agus, warga Dusun II Boneana dalam bincang-bincang dengan koran ini. (rsy)

Anggaran Kehilangan Arah

Kamis, 24 Jun 2010
Oleh: James Adam

Kabinet gotong royong tahap dua kali ini benar-benar diuji lagi kemampuan dan kredibilitas mereka dalam mengelola negara ini. Masih segar dalam ingatan kita ketika SBY pertama kali memimpin, negara ini digoyang dengan bencana Tsunami dan persoalan sosial lainnya yang hampir tak berahir hingga selesai masa jabatan SBY pertama. Ketika masa jabatan kedua, negara ini digonjang lagi dengan gempa bumi di Padang dan Jawa Barat serta persoalan sosial lainnya.

Persoalan politik dan hukum tidak ketinggalan ikut memberikan porsi dalam menguji government power sebut saja kasus Bibit Chandra, Susno Duaji, Gayus, Antasari, dan yang akhir-akhir ini menggelitik kita semua yaitu dana aspirasi yang telah berganti baju menjadi Program Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Daerah (P4D) yang diusulkan FPG DPR-RI. Selain itu ada kasus Luna Ariel yang juga ikut menyegarkan suasana politik dan hukum dinegeri ini karena jika sudah pusing pikir politik dan hukum iseng dulu lihat adegan harmonis ini.

Mencermati beberapa pendapat diantaranya Kwik Kian Gie, Fahjtori Rahman, Efendi Simbolon, Iksan Basri, dan ICW juga pendapat beberapa orang FPG DPR-RI tentang dana aspirasi tersebut, saya dan mungkin masyarakat banyak menjadi tambah bingung tentu dengan bertanya apakah regulasi dalam negara ini telah diganti atau telah diamandemen karena kepentingan sehingga legislatif bertindak sebagai ekesekutif. Regulasi dalam negara ini jelas baik dalam sejumlah undang-undang maupun peraturan pemerintah bahwa DPR memiliki hak pengawasan, legislasi dan anggaran. Pasal 15 ayat 2 UU nomor 17/2003; UUD 1945 pasal 23 ayat 1 mengenai keuangan negara benar menjelaskan bahwa DPR boleh mengusulkan, menerima dan mengubah anggaran namun dimaknai hanya untuk anggaran belanja DPR, dan atau anggaran yang diusulkan pemerintah.

Jawaban untuk soal program P4D supaya tidak diperdebatkan lagi adalah para anggota dewan yang terhormat sampaikan saja usulannya kepada konstituennya agar merekalah yang mengusulkan kepada pemerintah mulai dari proses Musrembang tingkat kecamatan hingga diusulkan kepada badan anggaran DPR supaya benar prosedurnya bahwa aspirasi itu datang dari masyarakat.

Lucu memang kalau DPR-RI yang mengusulkan padahal belum tentu masyarakat di daerah setuju ataupun membutuhkan karena aspirasi itu bukan lahir dari rakyat walau untuk rakyat. Sinyaleman beberapa pihak bahwa jangan-jangan nanti dana itu akan menjadi dana rangsangan agar pada pemilu legislatif 2014 para anggota DPR akan dipilih lagi oleh konstituennya. Sebetulnya lewat Musrembang itulah jalan yang terbaik untuk mengakomodir semua kebutuhan rakyat di daerah secara transparan, tersorganisir dan prosedural, tinggal bagaimana anggota DPR dari setiap daerah pemilihan mengawalnya dengan baik agar semua kebutuhan anggaran itu terpenuhi.

Oleh karena itu saya setuju dengan pendapat-pendapat para tokoh di atas. Inilah contoh gaya berorientasi wakil rakyat yang telah dipilih rakyat dengan susah payah tapi malah bikin bingung rakyatnya. Jika FPG punya usul demikian bisa saja diaspirasikan oleh anggota DPR didaerah ketika mengikuti Musrembang, jangan dulu diwacanakan secara nasional apalagi menentukan jumlah 15 milliar per daerah padahal belum tentu kebutuhan setiap daerah sama.

Jadi sebetulnya jangan merubah mekanisme yang berlaku selama ini bahwa usulan dari bawah keatas bukan dari atas kebawah, sebab kalau usulan dari bawah keatas nama Meminta sedangkan kalau usulan dari atas ke bawah nama Perintah. Oleh karenanya rakyat jangan diperintah jika memang mereka tidak butuh ataupun jika mereka butuh tapi jumlahnya tentu tidak Rp 15 milliar bisa lebih bisa kurang. Ironis memang kalau lahirnya ide itu bukan dari eksekutif.

Saya berpendapat bahwa inilah yang disebut dengan anggaran kehilangan arah. Mencermati APBD Kota Kupang Tahun 2009, total pendapatan sebesar Rp 478.427.129.720,02, kontribusi PAD hanya sebesar Rp 36.204.733.167,02 (7,57%). Artinya bahwa Kota Kupang hanya bisa membiayai diri dari dana sendiri hanya sebesar 7,57%, sedangkan 84,48% pendapatan dari dana perimbangan pemerintah pusat dan sisanya 7,95% berasal dari pendapatan lain-lain yang sah. Fenomena ini tidaklah mengejutkan karena APBD NTT juga sejak tahun 2002 tidak bisa membiayai diri sendiri kecuali dengan bantuan pemerintah pusat.

Pertanyaan kita adalah apakah dan sampai kapankah aplikasi otonomi daerah menjadi benar-benar optimal dari aspek anggaran. Jika disimak lebih mendalam bahwa PAD Kota Kupang sebetulnya masih berpeluang untuk ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumber-sumber PAD yang ada di Kota Kupang, namun sayang masih banyak instansi pemerintah yang konsumtif ketimbang produktif menghasilkan anggaran untuk mendongkrak PAD.

Sebetulnya Dinas Pemukiman, Bappeda, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Badan Penanaman Modal Daerah, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah harus menjadi lembaga yang produktif bukan konsumtif saja, tetapi mungkinkah stop keran produktifitas lembaga2 ini belum dibuka sehingga tidak bisa memberikan kontribusi terhadap PAD daerah ini ataukah memang para pemimpinnya tidak kreatif sama sekali karena selalu berpikir kalau ada yang gampang kenapa harus cari yang susah apalagi nanti akan kena mutasi.

Penerimaan daerah dari PAD Kota Kupang terbesar hanyalah dari pajak daerah sebesar Rp 11.977.785.476,00, diikuti oleh pendapatan asli daerah yang sah lainnya sebesar Rp 10.387.019.541,02, sementara pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan kecil sebab memang Kota Kupang tidak punya kekayaan daerah yang signifikan seperti dari sektor pertanian, perkebunan, pertambangan dan perikanan sehingga hanya mengandalkan sektor jasa, perdagangan dan hotel/restoran.

Penerimaan daerah perkotaan dari pendapatan pajak dan retribusi daerah sebetulnya pilihan kedua dari ketiga sector diatas dalam mendongkrak PAD namun justru di Kota Kupang menjadi sulit karena infrastruktur dan sarana publik pendukung lainnya tidak disediakan oleh pemerintah. Lihat saja contoh yang paling kecil disebutkan penulis opini Timex beberapa hari lalu tentang kamar kecil untuk buang hayat/kencing tidak pernah ada, akhirnya orang buang hayat/kencing sembarangan (orang Kupang bilang hata di tebo) yang akhirnya menimbulkan masalah lain.

Mungkinlah kamar kecil ini bukan menjadi salah satu indikator atau variable yang dinilai dalam pemberian Adipura, ataukah soal kamar kecil perlu menjadi unsur dalam penilaian KGC. Bisa jadi karena penilaian dengan scoring statistic sehingga jika total nilai mencapai standar nilai maka kesimpulannya tentu menjadi Kota yang bersih tanpa interpretasi lagi.

Kembali tentang soal realisasi anggaran daerah seperti halnya di Kota Kupang, sebenarnya pendapatan daerah dari minuman keras (MIRAS) lokalan dapat memberikan sumbangan terhadap PAD daerah ini walaupun bukan soal besar/kecilnya asal Pemkot, DPRD dan unsur Muspida Kota Kupang dapat berpikir selaras dan mengaturnya dengan baik. Sayangnya Sopi Rote tidak mendapat tempat duduk dalam lemari kaca seperti Jim Beam, Jack Daniels, Sivas Regal, Black Label tetapi Sopi Rote masih berdiri saja di lak-lak kecil (rumah daun) di pinggir-pinggir kota. Mengapa Bream dan Arak Bali bisa duduk manis di airport dan toko-toko swalayan sementara Sopi Rote di Kupang hanya ada dalam botol aqua saja.

Menarik apa yang disampaikan Ketua DPRD Kota Kupang dalam dialog TVRI NTT tanggal 21 Juni malam tentang miras, tetapi tentu konsep pengoptimalan miras lokal perlu dijabarkan secara professional oriented. Menurut saya jika kita dapat membuat konsep yang benar dan tepat tentang Miras lokal maka akan memberikan kontribusi terhadap PAD melalui pajak dari kelompok pedagang dan retribusi dari kelompok pengrajin (produsen). Namun tentu kita harus lebih dahulu membuat regulasi barulah menghitung profit oriented bagi produsen dan pedagang serta budget oriented bagi pemerintah.

Jika ada regulasi yang jelas maka saya pikir orang tabrakan atau meninggal akibat Miras akan berkurang, pekerjaan Polisi dan para medis serta pemerintah juga akan berkurang untuk urus orang mabuk termasuk perkelaian antar suku.

Coba kita bayangkan jika suatu saat Sopi Rote bahkan Tuak dan Laru bisa dibeli di toko-toko, swalayan, supermarket, airport, tempat hiburan, hotel dan restoran tentu dengan kemasan dan harga terjangkau serta target market yang jelas.

Mengapa tidak, kita bisa menghasilkan Sopi dengan kadar alcohol 2,5% lebih rendah dari Bir Bintang serta Tuak dan Laru dengan kadar alcohol 1% atau bahkan dibuat tidak berkohol seperti Fanta dan Coca Cola. Lebih menarik lagi jika Sopi, Tuak atau Laru bisa digunakan sebagai Welcome Drink bagi tamu negara menggantikan Red/White Wine yang alcoholnya antara 8-14% yang bukan ciri khas produk lokal. Dengan cara demikian kita dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kecil ketimbang mereka dikasih BLT, dan kita bisa mendorong peningkatan pendapatan daerah. Selama ini pendatang hanya bertanya apa makanan khas NTT (Kupang), nah sekarang kita populerkan minuman khas Kupang.

Memang disadari tidaklah gampang untuk mengkombinasi profit oriented dengan budget oriented tetapi kenapa kita tidak memulai tapi hanya menonton saja padahal peluang tersedia apalagi jika kita bisa sampai membuat Kupang Liqueur dengan kemasan dan harga yang menarik. Memang disadari tidaklah merupakan pekerjaan enteng untuk mengkombinasi profit oriented dengan budget oriented tetapi kenapa kita tidak memulai tapi hanya menonton saja padahal peluang tersedia apalagi jika kita bisa sampai membuat Kupang Liqueur dengan kemasan dan harga yang menarik.

Mungkin orang berpikir ini adalah konsep yang aneh atau gila karena Sopi mau dibuat minuman kenegaraan dan mau dijual secara legal, namun orang perlu bertanya apa beda Sopi dengan Anggur Merah/Putih. Masih banyak produk lokal unggul lainnya yang bisa dipopulerkan namun siapa dan bagaimana bisa dipopulerkan? Dinas pertanian, Perindustrian dan Perdagangan serta Pariwisata perlu berinteraksi jangan hanya mengandalkan apa yang sudah ada tetapi harus ciptakan sesuatu perubahan guna meningkatkan pendapatan daerah.

Apakah hal ini juga dapat dikategorikan sebagai anggaran kehilangan arah, silakan dimaknai bersama. Timex yang baru berumur 7 tahun telah membuat sederetan nilai tambah dalam pembangunan daerah ini, akhir-akhir ini yang paling menonjol menurut saya adalah melalui program KGC bersama Pemkot. Sebetulnya tidak tepat kalau Timex yang menjadi motivator KGC karena Timex adalah lembaga yang berorientasi bisnis bukan lembaga pelayanan publik, tetapi itulah satu kepedulian terhadap daerah dan bangsa yang akan berhadapan dengan persoalan alam ke depan.

Lebih pantas jika urusan KGC harus menjadi tugas pokok kaum birokrat, namun apa mau dikata para birokrat belum berorientasi ke sana karena baru urus mangga saja sudah tidak mampu lagi. Sebagus apapun top down order tetapi tidak didukung oleh bottom line reaction akan menjadi sia-sia.

Mungkinkah Kota Kupang menjadi Sister City Kota Tyaanarlo, memang sekilas beda antara langit dan bumi tetapi mungkin saja bisa yang penting Pemkot dan semua jajarannya harus berbenah diri. Benarkah KGC juga memberikan kontribusi perolehan Adipura bagi Pemkot Kupang, apakah KGC akan berlangsung terus menerus atau hanya sampai garis finish Duo Dan saja. “Selamat Panjang Umur buat Pimpinan dan seluruh Karyawan Timex”.

Buntut Tingginya Gelombang Laut

Sabtu, 19 Jun 2010
Harga Ikan Kering Melambung Tinggi

KUPANG, Timex- Kondisi laut di perairan NTT yang kurang bersahabat saat ini, berimbas pada harga ikan di pasaran. Kurangnya pasokan ikan segar, membuat pedagang harus memutar otak. Selain ikan segar, kondisi ini juga berpengaruh pada harga ikan kering yang dipatok naik, per awal Juni lalu. Hal ini diakui salah satu penjual ikan kering, Kalla, yang ditemui Timor Express, sore kemarin, di Jalan Timor Raya, Oesapa Kupang. Kepada Koran ini, Kalla mengaku, kenaikan harga ikan kering merupakan hal yang biasa pada bulan Juni hingga September. Namun Kalla menguraikan, kenaikan harga ikan kering masih dalam batas kewajaran. "Memang harganya naik, tapi sedikit saja, sekira Rp 5.000 per kilo. Tapi ini juga tergantung dari pemasok ikan kering. Karena kita tidak menaikan harga, kalau mereka juga tidak naik," jelas Kalla yang mengaku telah menjual ikan kering sejak tiga tahun lalu itu.

Menurut dia, kenaikan harga ikan kering di daerah ini belum berpengaruh pada animo pelanggan. Pasalnya, secara kwalitas, ikan kering asal Kupang masok dalam kategori terbaik dibanding daerah lain. Hal ini diakuinya dengan banyaknya pelanggan yang tidak hanya berasal dari Kupang. "Kalau ikan kering dari Kupang, memang sangat berbeda dengan daerah lain.

Karena kita di sini menjual beberapa jenis ikan kering juga dari daerah lain, seperti Kalimantan dan lainnya. Tapi orang masih tetap memilih ikan kering dari kupang, karena tahan lama, segar, dan tidak ada bahan pengawet," ungkap pria yang mengaku asli Sulawesi itu.

Dirincikan Kalla, beberapa ikan yang dijualnya terdiri dari, ikan sardin, papere, parang-parang, tembang, udang dan beberapa jenis lainnya. "Kalau yang paling mahal itu ikan Penjang. Itu kita beli dengan harga Rp 80.000, kemudian kita juak dengan harga Rp 90.000. Trus ada lagi ikan Bonas, kita beli dengan harga Rp 55.000, jual Rp 60.000," sebut Kalla sembari menambahkan, dia menjual dengan ukuran per kilo. (mg9)

Semrawut, PKL di Siliwangi Bakal Ditata

Kamis, 24 Jun 2010
john Hermanus: Bahas Lintas Sektor

KUPANG, Timex- Ulah para pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan jualannya di sepanjang Jalan Siliwangi Kupang, mendapat perhatian serius. Pasalnya, selain menimbulkan kesembrawutan, juga mengakibatkan kondisi kumuh yang tentu tidak menggambarkan suasana sebuah kota. Karenanya, ke depan, para PKL itu bakal ditata dengan baik. Demikian ditegaskan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Kupang, John Hermanus, kepada Timor Express, Rabu, (23/6) kemarin, di ruang kerjanya. John dikonfirmasi terkait kondisi Jalan Siliwangi, tepatnya di samping Toko Matahari, yang semakin memrihatinkan dengan semakin bertambahnya jumlah PKL di lokasi itu.

"Kalau untuk tempat, itu bidangnya dinas tata kota. Sedangkan yang berhubungan dengan PKL, itu memang urusan kita (disperindag, red), dan sekarang kita dalam tahap persiapan untuk melakukan sosialisasi terkait penataan di sekitar lorong Toko Matahari. Sebenarnya sejak tahun lalu, namun karena masih ada halangan, sehingga diundur sampai sekarang," jelas John.

Menurut dia, pihaknya telah menyediakan sekira 70 buah kereta yang akan diserahkan kepada PKL, untuk dijadikan sebagai tempat menjajakan barang jualan mereka. Namun, kata John, yang terpenting bukan jumlah kereta yang ada, tapi yang diharapkan adalah penataan tempat jualan tersebut untuk menghindari kondisi yang tidak diinginkan. "Kita bukan mau menertibkan, tetapi menata, supaya bagian mana yang perlu dijadiakan tempat jualan, dan mana yang tidak boleh. Karena kita juga menghindari bahaya kebakaran yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi.

Atau bahaya lainnya, karena kondisi di sekitar lorong tersebut semakin padat. Hal itu juga menjadi lahan bagi pelaku kriminal untuk melancarkan aksi jahat mereka," tandas John. Dikatakannya, dari data sementara yang dihimpun pihaknya tahun 2009 lalu, terdapat 246 PKL yang menjajakan jualan mereka di seputaran Jalan Siliwangi, di sekitar emperan toko, serta lorong di antar pertokoan. "Memang jumlahnya seperti itu, tapi mereka tidak menetap, sehingga terkadang hari ini kita data, tapi satu bulan atau satu minggu kemudian mereka sudah tidak ada lagi. Dan ini yang mesti dipikirkan bersama," urai John.

Diungkapkan John, dari jumlah yang didata tersebut, tidak satupun yang memiliki izin dari dinas terkait. Namun, hal ini tidak menjadi persoalan, karena yang terpenting, kata John, yakni penataan kereta serta lahan jual yang ada, sehingga menjadi rapi dan tidak menimbulkan suasana yang tidak nyaman. "Fungsi pembinaan itu ada di tangan kita, tetapi untuk menata itu harus kita lakukan secara bersama untuk mencari jalan terbaik. Dan itu perlu waktu yang panjang," pungkas John. (mg9)
Kamis, 24 Jun 2010, | 1
john Hermanus: Bahas Lintas SektorSemrawut, PKL di Siliwangi Bakal Ditata

KUPANG, Timex- Ulah para pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan jualannya di sepanjang Jalan Siliwangi Kupang, mendapat perhatian serius. Pasalnya, selain menimbulkan kesembrawutan, juga mengakibatkan kondisi kumuh yang tentu tidak menggambarkan suasana sebuah kota.
Karenanya, ke depan, para PKL itu bakal ditata dengan baik. Demikian ditegaskan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Kupang, John Hermanus, kepada Timor Express, Rabu, (23/6) kemarin, di ruang kerjanya. John dikonfirmasi terkait kondisi Jalan Siliwangi, tepatnya di samping Toko Matahari, yang semakin memrihatinkan dengan semakin bertambahnya jumlah PKL di lokasi itu.

"Kalau untuk tempat, itu bidangnya dinas tata kota. Sedangkan yang berhubungan dengan PKL, itu memang urusan kita (disperindag, red), dan sekarang kita dalam tahap persiapan untuk melakukan sosialisasi terkait penataan di sekitar lorong Toko Matahari. Sebenarnya sejak tahun lalu, namun karena masih ada halangan, sehingga diundur sampai sekarang," jelas John.

Menurut dia, pihaknya telah menyediakan sekira 70 buah kereta yang akan diserahkan kepada PKL, untuk dijadikan sebagai tempat menjajakan barang jualan mereka. Namun, kata John, yang terpenting bukan jumlah kereta yang ada, tapi yang diharapkan adalah penataan tempat jualan tersebut untuk menghindari kondisi yang tidak diinginkan. "Kita bukan mau menertibkan, tetapi menata, supaya bagian mana yang perlu dijadiakan tempat jualan, dan mana yang tidak boleh. Karena kita juga menghindari bahaya kebakaran yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi.

Atau bahaya lainnya, karena kondisi di sekitar lorong tersebut semakin padat. Hal itu juga menjadi lahan bagi pelaku kriminal untuk melancarkan aksi jahat mereka," tandas John.
Dikatakannya, dari data sementara yang dihimpun pihaknya tahun 2009 lalu, terdapat 246 PKL yang menjajakan jualan mereka di seputaran Jalan Siliwangi, di sekitar emperan toko, serta lorong di antar pertokoan. "Memang jumlahnya seperti itu, tapi mereka tidak menetap, sehingga terkadang hari ini kita data, tapi satu bulan atau satu minggu kemudian mereka sudah tidak ada lagi. Dan ini yang mesti dipikirkan bersama," urai John.

Diungkapkan John, dari jumlah yang didata tersebut, tidak satupun yang memiliki izin dari dinas terkait. Namun, hal ini tidak menjadi persoalan, karena yang terpenting, kata John, yakni penataan kereta serta lahan jual yang ada, sehingga menjadi rapi dan tidak menimbulkan suasana yang tidak nyaman. "Fungsi pembinaan itu ada di tangan kita, tetapi untuk menata itu harus kita lakukan secara bersama untuk mencari jalan terbaik. Dan itu perlu waktu yang panjang," pungkas John. (mg9)

Pembangunan Infrastruktur Tahun 2011

Kamis, 10 Jun 2010
PU NTT Usulkan Rp 2,3 Triliun

KUPANG, Timex- Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT bakal mengajukan dana sebesar Rp 2,3 triliun ke Pemerintah Pusat. Bila disetujui, maka dana tersebut sedianya akan dipakai untuk pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), pada tahun 2011 mendatang. Demikian diungkapkan Kadis PU NTT, Andre Koreh, kepada Timor Express, Selasa (8/6), di ruang kerjanya. Dia dikonfirmasi, terkait besaran dana pembangunan infrastruktur yang bakal diusulkan tahun depan.

"Kebutuhan pembangunan infrastruktur di NTT memang membutuhkan dana yang besar. Hal ini dikarenakan, wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan. Sehingga, pembangunan infrastrukturnya seperti jembatan, pelabuhan laut dan pelabuhan udara, akan menyedot dana yang cukup besar.

Kita berharap, pengajuan dana ini bisa direspon positif oleh Pemerintah Pusat," kata Andre Koreh. Ditambahkan Andre, biasanya, pengajuan dana tersebut tidak langsung dipenuhi, namun melalui pengkajian yang cukup alot. Sehingga, besaran dana yang turun tidak seperti yang diajukan sebelumnya.

"Karena daerah lainnya juga mengajukan dana yang sama, maka pastinya pengajuan anggaran kita ikut tergerus. Kita berharap, minimal sepuluh persen dari dana yang kita ajukan ini, bisa terealisasi," harap Andre. Minimnya dana pembangunan infrastruktur di NTT, ujar Andre, memaksa jajarannya untuk mengalokasikan dana tersebut tepat sasaran dan mengedepankan asas manfaat. Diharapkan, dengan sistem tersebut, pemerataan pembangunan di NTT bisa berjalan sesuai yang diharapkan, dan mengakomodir kepentingan masyarakat banyak.

"Setiap tahunnya, kita mengelola dana infrastruktur yang sangat kecil dibandingkan luas wilayah yang ada. Namun, peruntukan dana tersebut benar-benar kita maksimalkan, sehingga asas manfaat bisa terwujud," pungkas Andre Koreh. (rsy)

Polresta Lepas 112 Ton Mangan

Minggu, 20 Jun 2010

KUPANG, Timex - Batu mangan sebanyak 112 ton milik PT Nusantara Resources Perkasa yang ditahan aparat Polresta Kupang akhirnya dilepas setelah menjalani pemeriksaan. "Kami sudah lepas batu mangan yang diangkut dari Niki-Niki, Jumat sore lalu," jelas Kapolresta Kupang, AKBP Bambang Sugiarto melalui Kasatreskrim, AKP Yeter B Selan saat dikonfirmasi Timor Express (Jawa Pos Grup) di ruang kerjanya, Sabtu kemarin.

Menurut Yeter, mangan sejumlah ratusan ton itu dilepas karena hasil pemeriksaan terhadap sopir maupun karyawan perusahaan, tidak terdapat pelanggaran baik dokumen maupun lainnya. Disamping itu, pengusaha mangan juga pemilik batu mangan yang dihadirkan, mampu memperlihatkan dokumen yang dibutuhkan.

Adapun dokumen yang dipenuhi dan ditunjukkan antaranya, surat keputusan bupati TTS tentang IUP, bukti pembayaran royalti maupun surat keterangan asal barang (SKAB) maupun kartu kontrol pengangkutan.

Selain perusahaan mampu menunjukkan dokumen yang diminta sesuai ketentuan, hasil penyelidikan pihaknya, jelas bahwa pengangkutan mangan yang ada telah sesuai dengan SKAB yang dikeluarkan. Dimana, pengangkutan yang dilakukan merupakan pengangkutan sisa dari jumlah total yang ada.

"Pada intinya, batu mangan dapat dilepas karena pengusaha mampu menunjukan dokumen-dokumen serta penyelidikan tidak ditemukan adanya pelanggaran," urainya sembari menyarankan agar pengusaha harus bisa melengkapi diri dengan aturan yang ada.

Ditanya tentang alasan kenapa ditahan mangan kalau memiliki dokumen lengkap, Yeter mengatakan, hal ini dikarenakan petugas lapangan yang belum terlalu menguasai aturan, sehingga ketika diperiksa petugas polisi dilapangan dan tidak dapat menunjukan salah satu dokumen, maka langsung ditahan dan dibawa ke Makopolresta.

Karena itu, kedepan pihaknya akan benar-benar melihat secara komprehensif, terutama bagi petugas kepolisian yang berada di lapangan. Untuk diketahui, Jumat (18/6) lalu, aparat Polresta Kupang mengamankan mangan sebanyak 112 ton yang diangkut menggunakan delapan truk karena diduga tidak memiliki dokumen sebagaimana ditentukan. Namun akhirnya dilepas penyidik Polresta Kupang karena tidak ditemukan pelanggaran dan dokumen yang diminta dapat ditunjukan pengusaha. (lok)

Perda Mangan Digodok

Kamis, 24 Jun 2010
Juli 2010 Disyahkan

KUPANG, Timex--Menyikapi berbagai kasus yang terjadi akibat eksploitasi mangan secara besar-besaran, perlu ditetapkan Peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang penambangan mangan hingga penetapan harga. Dan, saat ini rancangan Perda (Ranperda) tersebut sedang digodok Pemerintah Provinsi NTT. Anggota Komisi A DPRD Provinsi NTT, Alfred Baun, kepada Timor Express, Rabu (23/6) kemarin, menjelaskan Perda tentang mangan sangat diperlukan saat ini untuk mengatur secara teknis tentang penambangan mangan. Oleh karena itu, DPRD NTT telah meminta Pemprov NTT untuk segera menyiapkan draf Perdanya untuk diajukan ke DPRD. Bahkan, Alfred menegaskan Ranperda tersebut sudah bisa disahkan pada Juli 2010 nanti.

Menurut ALfred, salah satu alasan diperlukannya Perda tentang mangan dikarenakan selama ini penjualan mangan di masyarakat tidak jelas dan hanya menguntungkan para pengusaha, sedangkan masyarakat kecil justru dirugikan. "Yang terjadi saat ini penjualan tidak jelas karena tidak ada acuan hukum. Pengusaha seenaknya beli dengan harga yang diatur sendiri. Masyarakat pun akhir rugi, bahkan jadi korban karena hanya kejar keuntungan. Oleh karena itu, Perda ini harus segera disahkan. Biro Hukum sudah janji bulan Juli bisa diajukan ke DPRD untuk disahkan," jelas Alfred.

Selain itu, dikatakan, dengan adanya Perda tersebut, maka tenaga kerja lokal dapat terjamin keselamatannya. Karena mengacu pada fakta yang terjadi, tenaga kerja tidak dilindungi dengan payung hukum. Oleh karena itu, masyarakat yang dikorbankan karena kelalaian pemerintah tidak membuat aturan hukum yang jelas.

Tiga hal, menurut Alfred, yang melatarbelakangi dibentuknya Perda tentang mangan, yakni selama tidak ada perlindungan hukum terhadap para tenaga kerja dan pihak-pihak terkait di dalamnya serta belum adanya pengaturan tentang pajak. Selain itu, menurutnya, secara ekonomis masyarakat NTT sangat dirugikan, karena tidak ada patokan harga yang jelas yang ditetapkan pemerintah.

Terkait penetapan harga mangan di NTT, menurut Alfred, pemerintah perlu melakukan kajian agar disesuaikan dengan harga standar nasional dan internasional. "Pemerintah pasti sudah lakukan kajian melalui studi banding, sehingga saya kira tinggal dimasukkan dalam Perda. Tapi menurut saya harga mangan diperkirakan Rp 5.000 per kilogram. Tapi kita masih perlu lihta lagi nanti," kata Alfred.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi NTT, Yohanes Bria Seran, kepada Timor Express, kemarin, mengatakan Ranperda tersebut telah disusun dan sudah dibahas di internal Pemprov NTT, khususnya Biro Hukum Setda Provinsi NTT dan Distamben Provinsi NTT. Oleh karena itu, dia menargetkan tahun ini juga Perda tersebut sudah bisa disahkan. "Kita sudah susun dan bahkan sudah dibahas di internal eksekutif, sehingga dalam tahun ini juga pasti sudah bisa disahkan," tandas Bria Seran.

Terkait harga mangan, dirinya belum memberikan kepastian. Alasannya adalah harus menunggu keputusan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak bisa menetapkan sendiri harganya. Oleh karena itu, harga mangan masih disesuaikan dengan kondisi pasar. "Kalau harga kita tidak bisa tetapkan sendiri. Kita masih menunggu dari pusat," kata Bria Seran. (sam)

Tiap Anggota 'Dijatahi' Rp 500 Juta

Kamis, 24 Jun 2010
Rancangan Dana Aspirasi DPRD Kota

KUPANG, Timex--Jika tahun ini, palu sudah diketuk dan tiap anggota DPRD Kota Kupang akan dipercaya mengelola dana seebsar Rp 100 juta, yang masuk dalam item dana alokasi program percepatan dan pemerataan pembangunan daerah pemilihan (DP4D) atau dana aspirasi, maka kedepan anggaran itu akan dinaikkan

Ketua DPRD Kota Kupang, Viktor Lerik, Minggu petang lalu di Kupang, dalam sebuah acara Partai Golkar, menegaskan hal itu. Disebutkannya, jika di tingkat pusat, dana aspirasi itu sempat diributkan karena ada pro dan kontra, maka tidak di Kupang. "Saya sudah bicarakan dengan tiga puluh anggota DPRD Kota, dan kami sudah sepakati (wacana) ini.

Kami sepakat untuk menaikkan anggaran dari seratus juta menjadi lima ratus juta tiap anggota,"tegasnya di depan Setya Novanto dan Ibrahim A Medah, di Restauran Teluk Kupang saat itu. Diakuinya, rancangan ini akan diajukan pada anggaran murni (APBD) tahun 2011 mendatang.

Jika saat ini ada yang mengatakan bahwa tiap anggota DPRD mengambil dan mengelola langsung uang tersebut, maka sebenarnya itu pemikiran hyang keliru, karena semuanya ada mekanismenya. "Kita tidak ambil uangnya, namun kami sudah sepakati, silahkan tiap anggota melihat apa saja yang belum dibangun di daerah pemilihannya, untuk membangun, tentunya mengikuti mekanisme yang sudah ada."

Masih menurut sosok yang kerab disapa Veky Lerik itu, tak dipungkiri jika ketika masa kampanye, setiap Caleg pasti banyak menebar janji, dan ini yang menjadi kendala ketika mereka sudah terpilih dan dilantik menjadi legislator di parlemen. Karena itu, dengan dana aspirasi tersebut, tiap anggota DPRD bisa melihat bagian mana dari janjinya yang belum terpenuhi untuk direalisir.

"Kami sudah sepakati. Kami buat begitu karena sistem pemilihan anggota dewan tidak pakai nomor urut lagi,"tegasnya santai. Apalagi, yang memprihatinkan, ada fakta di masyarakat bahwa banyak usulan yang diberikan warga dalam momen Musrenbang baik itu di tingkat kelurahan, kecamatan maupun tingkat kota.

Namun selalu saja banyak usulan mereka yang tak disetjujui, sehingga banyak warga yang merasa kecewa. "Banyak usulan warga di tiap Musrenbang yang tak diakomodir sehingga kita mau akomodir lewat tiap anggota dewan,"ujarnya. (boy)

Gelombang Tinggi, Feri Batal Berlayar

Sabtu, 19 Jun 2010

KUPANG, Timex - Angin kencang serta tingginya gelombang laut Sawu dan sekitarnya membuat penyeberangan Kupang-Sabu tidak bisa dilakukan, Jumat (18/6) kemarin. Penumpang yang sudah berada di pelabuhan Bolok dengan tujuan Sabu terpaksa pulang karena ASDP tidak berani melakukan pelayaran. Manager Operasional ASDP cabang Kupang, Arnoldus Yansen yang dihubungi Timor Express, Jumat (18/6) kemarin menjelaskan, jadwal pelayaran Kupang-Sabu tidak bisa dilakukan atau batal akibat tingginya gelombang laut dan angin kencang yang terjadi akhir-akhir ini.

"Hari ini pelayaran ke Sabu batal. Ini akibat gelombang laut yang tinggi di laut Sawu dan sekitarnya serta angin yang cukup kencang sehingga kita terpaksa membatalkan pelayaran ke Sabu. Kapal dari Sabu saja baru sampai jam sembilan pagi. Padahal, mereka berangkat dari Sabu jam 12 siang hari Kamis itu. Artinya bahwa memang kita tidak bisa paksakan pelayaran. Ini demi keselamatan kita bersama," ujar Arnoldus.

Dijelaskan, jadwal penyberangan feri Sabu memang telah ditepakan yakni hari Senin dan Jumat. Namun jadwal tersebut bisa saja berubah atau batal apabila cuaca tidak mengizinkan untuk sebuah pelayaran. Jika hari Senin cuacanya tenang dan bisa berlayar, maka penyebaran Kupang-Sabu bisa dilakukan.

"Hari Senin kita lihat nanti. Kalau memang cuacanya bisa bersahabat dan memungkinkan kita untuk berlayar, maka hari Senin pasti ada pelayaran. Tapi ingat, tergantung cuacanya seperti apa nanti," tegas Arnoldus.

Dijelaskan, memasuki musim angin timur sejak awal Juni, memang diatur sedemikian rupa agar pelayaran Kupang-Sabu dan sebaliknya tidak memungkinkan untuk dua kali pelayaran dalam seminggu, maka hanya dilakukan sekali pelayaran dalam seminggu yakni setiap hari Senin. Untuk jadwal hari Jumat sudah dua minggu berturut-turut tidak ada penyeberangan feri dari Kupang ke Sabu.

Terpisah, Julius Mamo, salah satu penumpang tujuan Sabu yang ditemui Timor Express di pelabuhan Bolok mengatakan, dirinya sangat memaklumi apa yang dilakukan ASDP, sehingga kalau memang dirasakan bahwa tidak nyaman untuk suatu penyeberangan yang diakibatkan cuaca, maka seyogyanya tidak perlu dilakukan dan itu harus dimaklumi para pengguna jasa atau penumpang feri khususnya lintasan Kupang-Sabu.

"Saya memahami apa yang dilakukan pihak ASDP karena memang mereka pikir tidak layak untuk berlayar. Mau dipaksakan untuk apa? Sebab, lintasan Sabu tidak seperti lintasan Rote yang hanya tiga atau empat jam berlayar, sehingga kalau mereka bilang batal, ya kita taat saja untuk apa kita paksakan," ujar Julius.

Diakui, dirinya memang ada urusan keluarga yang sangat penting di Sabu. Tapi tidak bisa mengesampingkan kenyamanan dan keselamatan dalam berlayar. Sebab, tipe kapal seperti feri memang bukan untuk lintasan yang bergelombang tinggi, sehingga diharapkan pelayaran dari armada Pelni sangat diharapkan karena memang masih bisa berlayar dengan keadaan cuaca seperti sekarang.

"Ini kapal feri kan tidak bisa berlayar kalau gelombangnya sudah cukup tinggi dan riskan. Sehingga kita harapkan apa yang pernah dikatakan penjabat bupati Sabu Raijua dan kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTT bahwa akan ada pelayaran dari Pelni, itu yang bisa membantu kita pada saat sekarang. Katanya kan mau bulan Juni sekarang sudah mau bulan Juli, tapi belum ada realisasi kapal dari Pelni," kata Julius.

Pantauan Timor Express di pelabuhan Bolok, sekira pukul 10.00 Wita, sudah banyak penumpang tujuan Sabu yang menunggu kapal feri. Namun setelah ada pengumuman dari pihak ASDP bahwa pelayaran Kupang-Sabu dibatalkan, maka para penumpang terpaksa pulang dan mununggu kapal feri hari Senin (21/6) mendatang. (kr9)

Tinggi Gelombang Berkisar 3-5 Meter

Selasa, 22 Jun 2010
Semua Lintasan ASDP Batal Berlayar

KUPANG, Timex - Semua lintasan pelayaran ASDP untuk wilayah NTT tidak bisa beroperasi atau batal, akibat gelombang yang sangat tinggi serta angin yang cukup kencang.

Demikian disampaikan Manager Operasional ASDP cabang Kupang, Arnoldus Yansen di ruang kerjanya, Senin (21/6) ketika di konfirmasi mengenai jadwal pelayaran feri di wilayah NTT. Dijelaskan, saat ini sesuai prakiraan gelombang dan kecepatan angin, maka rata-rata gelombang laut mencapai ketinggian tiga hingga lima meter, sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan sebuah pelayaran.

“Rata-rata tinggi gelombang di wilayah laut NTT berkisar antara tiga hingga lima meter tingginya, sehingga semua lintasan pelayaran kita batalkan. Tingginya gelombang laut ini dipicu oleh angin yang cukup keras, sehingga kita batalkan semua pelayaran kita,” ujar Arnoldus. Arnoldus mengatakan, pembatalan pelayaran di lintasan yang ada di NTT sudah dilakukan sejak 19 Juni lalu, dimana ketinggian gelombang sudah berada dititik berbahaya. Sesuai prakiraan gelobang dan angin yang ada di ASDP, maka pelayaran akan ditutup terhitung 21 hingga 24 Juni nanti. Pelayaran baru bisa dilakukan pada 25 Juni bila memang keadaan sudah memungkinkan untuk sebuah pelayaran.

“Terhitung tanggal 21 Juni kita tutup semua lintasan pelayaran diwilayah NTT dan kita akan coba nanti tanggal 23 menuju Rote, tapi berangkatnya jam lima pagi. Setelah itu baru kita akan coba lagi pada tanggal 24 Juni untuk penyebrangan Aimere, Larangtuka dan Waingapu. Untuk Sabu kita akan coba lihat dulu kalau memang memungkinkan tanggal 25 baru kita coba Kupang-Sabu pulang pergi. Tapi ini belum pasti, tergantung dari keadaan. Kalau mengizinkan, kita berlayar, kalau tidak kita akan batal,” urai Arnoldus.

Selain perhitungan tinggi gelombang, ASDP juga memperhitungkan arah angin. Jika suatu rute penyeberanagan arah anginnya tidak menghantam lambung kapal, maka itu bisa dilakukan penyeberanagan. Sebaliknya, kalau arah angin diprakirakan akan menghantam lambung kapal, maka pelayaran tidak bisa dilakukan karena mengandung resiko kecelakaan yang sangat tinggi.

Dicontohkan, ketika penyeberangan Sabu-Kupang minggu lalu, kapal feri hampir mengalami kecelakaan karena saat kapal mengambil haluan, tiba-tiba datang angin dari arah lambung dan kapal sempat miring. Hal ini membuat penumpang takut dan histeris.

“Kita hitung juga arah angin. Kalau anginnya dari depan atau dari belakang, maka itu boleh berlayar. Tapi kalau dari samping atau lambung kapal, itu itu tidak bisa karena sangat berbahaya. Kapal akan cepat miring dan bisa celaka. Contoh seperti minggu kemarin waktu kapal dari Sabu, ada penumpang yang langsung hubungi saya karena katanya kapal sudah miring dan ketika saya kontak kapten, katanya mereka terjebak saat mengambil haluan.

Waktu mereka mengambil haluan tiba-tiba angin datang dari arah lambung, sehingga kapal sempat miring. Untungnya tidak ada kendaran besar seperti truk di dalam kapal. Kalau ada itu bisa celaka,” jelas Arnoldus.

Pembatalan pelayaran ASDP jelas Arnoldus, sudah disampaikan kepada masyarakat umum baik lewat pengumuman yang ditempelkan di pelabuhan Bolok maupun lewat selebaran dua hari atau sehari sebelumnya, sehingga para penumpang sudah mengetahui bahwa tidak ada pelayaran pada lintasan yang ada sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Pantauan Timor Express di pelabuhan Bolok, lima unit armada feri milik ASDP hanya parkir di dermaga Bolok masing-masing Ile Boleng, Balibo, Uma Kalada, Cucut dan Rokatenda. Sementara, Ile Ape sementara terjebak di pelabuhan Waingapu-Sumba Timur. (kr9

Terkait Dugaan Korupsi Dana Kir Kendaraan

Rabu, 23 Jun 2010
Sem Dima Kembali Diadili

KUPANG, Timex-Setelah dua bulan tertunda sidang kasus dugaan korupsi dana kir kendaraan di Dinas Perhubungan Kota Kupang dengan terdakwa Semuel Dima, maka Selasa (22/2) kemarin, persidangannya kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Kupang.

Pasalnya, mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Kupang itu telah sembuh dari sakitnya. Terpantau oleh koran ini, persidangan kemarin hanya masih terkait pemeriksaan saksi-saksi, dan saksi yang dihadirkan jaksa Conny Sahetapi dalam persidangan ini ada tiga orang, mereka adalah Kasubag Keuangan Dinas Perhubungan, Alexander Poela, Mikael Unu selaku bendahara dan Arnol Nalle selaku petugas pendaftaran kir.

Persidangan ini dipimpin oleh majelis hakim Umbu Jama yang didampingi dua hakim anggota masing-masing Uswardi dan Marice Dillak dengan dihadiri oleh terdakwa Semuel Dima bersama penasihat hukumnya, Nikson Bunga. Dalam penjelasannya, saksi Alexander mengatakan dirinya mengetahui adanya selisih penerimaan dengan pendaftaran pengujian kendaraan bermotor pada bulan April 2007 lalu, berdasarkan temuan pembukuan.

Dan terkait temuan adanya selisih tersebut, dirinya telah memberitahukan kepada terdakwa, tapi terdakwa tidak menanggapinya. "Pada bulan April 2007 lalu, saya sudah temukan adanya selisih pada pembukaan pemdaftaran dan menerimaan pengujuan kendaraan bermotor, dan itu sudah dilaporkannya kepada terdakwa,"ungkap Alexander.

Masih berdasarkan keterangan Alexander yang dibenarkan Mikael Unu, dalam temuan itu, selisih penerimaan dan pendaftaran cukup banyak. Sedangkan ketika ditanyai berapa jumlah uang berdasarkan pendaftaran yang penerimaan yang ditemukannya, saksi mengatakan dirinya tidak mengingat lagi berapa besar, tapi yang pasti temuan selisih tersebut ada dan telah dilaporkannya kepada terdakwa saat itu.

Sementara itu keterangan saksi Arnol Nale kepada majelis hakim, ia membenarkah bahwa pada tahun tersebut ada banyak pendaftaran pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan Kota Kupang. Saat itu dirinya bertugas sebagai petugas pendaftaran, sedangan terkait berapa jumlah kendaran yang mendaftar untuk diuji dan berapa banyak penerimaan, saksi Arnol kepada mejelis hakim mengatakan tidak mengingat lagi berapa jumlah kendaraan yang mendaftar untuk melakukan pengujian.

Terkait penerimaan atau pembayaran, Arnol mengatakan dirinya tidak terlalu mengetahui akan hal tersebut, karena pembayarannya langsung dilakukan ke bendahara dinas. Sementara ditanyai oleh majelis hakim terkait temuan selisih penerimaan dan pendaftaran tersebut apakah saksi mengetahuinya, Arnol mengatakan tidak mengetahui akan hal tersebut, karena tugasnya hanya pada pendaftaran pengujian kendaraan bermotor saja.

Untuk itu majelis hakim menutup persidangan tersebut, dan menjadwalkan persidangan ini pada tanggal 29 Juni mendatang dengan agenda masih pemeriksaan saksi-saksi. (ayr)

Rumput Laut Positif Tercemar

Selasa, 22 Jun 2010
Tumpahan Minyak di Laut Timor

KUPANG, Timex--Rumput laut di perairan Indonesia terutamanya di pesisir selatan Timor Barat, Rote Ndao dan Sabu dipastikan telah tercemar minyak mentah dan zat timah hitam. Hal ini berdampak buruk terhadap manusia akibat meledaknya sumur minyak Montara di Blok Atlas Barat pada 21 Agustus 2009 lalu. Pasalnya, sumur minyak itu menumpahkan pula gas dan kondesat serta zat timah hitam yang sangat berbahaya bagi biota laut dan manusia.

Penegasan ini dilontarkan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni menanggapi pernyataan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Paul Liyanto dan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Gusti Muhamad Hatta yang tidak pernah melakukan penelitian apapun. Namun keduanya berani mengeluarkan pernyataan yang membingungkan masyarakat seolah tumpahan minyak yang mencemari perairan Indonesia bukan berasal dari ladang minyak Montara.

"Timah adalah sejenis sat yang tidak bisa terurai. Bahan berbahaya itu masuk melalui ikan, siput atau kerang laut yang jika dikonsumsi manusia maka racun tersebut secara otomatis akan langsung tertular pada manusia," kata ahli biologi kelautan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Felix Rebung dan Dr. Yety Darmayati peneliti dari Pusat Oseanografi LIPI yang dikutip Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni.

Menurut mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia ini, pada 4 Januari 2010 direktur laboratorium afiliasi fakultas MIPA dan sains universitas Indonesia mengumumkan hasil uji cobanya terhadap air dan rumput laut yang diambil hanya sekitar 5 km saja dari pantai di Pulau Rote.

Ia mengatakan, dalam laporannya menyebutkan, kadar minyak yang mencemari Laut Timor mencapai 0,28 mg/liter, sedang kadar minyak yang diambil dengan menggunakan sampel dari rumput laut mencapai 3,64 mg/liter.

Ia menambahkan sementara zat timah yang diambil dengan menggunakan sampel air laut mencapai 35,26 mg/liter, sedang sat timah yang diambil dengan menggunakan sampel rumput laut mencapai 29,26 mg/liter.

Pada laporan lainnya juga beber dia, fakultas MIPA universitas Indonesia dalam hasil uji cobanya terhadap air laut yang diambil dari pesisir selatan laut Timor di kabupaten Timor Tengah Selatan menunjukkan bahwa kadar minyak yang terdapat dalam air tersebut mencapai 38,5 %.

"Berdasarkan penelitian environmental pratection agency (EPA), sebuah agen peneliti dari AS, zat timah yang dipandang normal akibat terjadinya pencemaran minyak hanya 3,4 ppb, jika sudah mencapai 35,26 mg/liter maka hal itu sudah masuk dalam kategori sangat berbahaya," ungkapnya.

Hasil uji coba laboratorium fakultas MIPA universitas Indonesia ini jelas dia, diperkuat dengan hasil uji coba laboratorium dan pengakuan dari tim nasional penanggulangan keadaan darurat yumpahan minyak di laut (Timnas-PKDTML).

Selain itu kata dia, leeders consulting Australia Pty.Ltd. sebuah laboratorium independen yang ditunjuk komisi penyelidik Australia untuk melakukan uji coba dan analisa terhadap contoh tumpahan minyak mentah yang dikirim oleh YPTB.

Hasilnya kata dia, positif bahwa tumpahan minyak yang terdapat di perairan Indonesia sama dengan yang dimuntahkan dari ladang Montara. Kalau sudah seperti ini,terus apanya lagi yang mau dipertanyakan dan diperdebatkan.

"Yang perlu sekarang ini adalah mulai melakukan investigasi menyeluruh terhadap kerugian ekonomis dan ekologis yang ada baru bisa mendapatkan angka ganti ruginya," tambahnya.
Sehubungan dengan itu, penulis buku Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra Jakarta ini mengatakan, seharusnya yang dilakukan anggota DPD dan DPR RI asal NTT sejak meledaknya sumur minyak Montara Agustus 2009 lalu adalah mendesak Pemerintah untuk melakukan investigasi.

Investigasi kata dia, dilakukan terhadap berbagai dampak kerugian ekonomis dan ekologis yang terjadi serta upaya-upaya penanggulangannya guna mengantisipasi agar tidak tersebarnya tumpahan minyak ini yang hingga saat ini diperkirakan sudah mencapai selatan pulau Flores, Lembata dan Sumba.

"Bukannya dibiarkan berlarut-larut seperti ini,karena masalah tumpahan minyak Montara ini merupakan salah satu bencana lingkungan dan kemanusiaan terbesar di dunia," tambahnya. Selain itu ujar Ferdi Tanoni bahwa semestinya para anggota DPD dan DPR RI asal NTT mendesak Pemerintah untuk segera membantu para saudara-saudari kita yang telah menderita ini dengan menggunakan dana bantuan bencana alam dan dana non bujeter yang ada.

Tindakan seperti inilah kata dia, yang sesungguhnya diharapkan masyarakat karena bukankah para anggota DPD dan DPR RI asal NTT ini mewakili masyarakat NTT untuk mensejahterakan masyarakat NTT. (vit)

Lia dan Gulung Jadi Desa Contoh Anti Rabies

Selasa, 22 Jun 2010

Desa Lia dan Desa Gulung, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai merupakan wilayah yang bebas dari penyakit rabies. Pasalanya, di dua desa tersebut saat ini tidak ada populasi hewan penular rabies (HPR).

Warga sangat komitmen membebaskan wilayah desa tersebut dari penyakit rabies. "Desa Lia dan Gulung bisa menjadi contoh bagi desa dan kelurahan lain di Manggarai. Aparat dan warga desa tersebut berkomitmen tinggi untuk menghilangkan penyakit mematikan rabies. Cara yang mereka lakukan adalah dengan mengeliminasi total HPR yang ada. Dan buktinya tidak ada anjing atau sejenisnya di desa tersebut," kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Manggarai, Yoseph Mantara kepada koran ini, Senin (21/6).

Mantara mengatakan, Kabupaten Manggarai sudah tergolong daerah endemik rabies. Buktinya korban rabies selalu bertambah dari waktu ke waktu. Korban gigitan pun setiap hari selalu ada. Namun, kesadaran masyarakat belum maksimal karena tidak mengindahkan peraturan yang ada. "Kalau ada anjing harus diikat, jangan dilepas bebas saja," katanya.

Ia menjelaskan, Desa Lia dan Gulung di Kecamatan Satar Mese Barat patut dijadikan contoh bagi desa dan keluarahan lain di Manggarai. Hal ini karena di dua desa tersebut masyarakat dan aparat mempunyai komitmen yang tinggi untuk membebaskan wilayah dari penyakit rabies yang disebarkan melalui hewan penular rabies.

Bahkan warga bersama aparat desa mempunyai kesepakatan bersama untuk mengeliminasi tuntas anjing yang ada di kampung tersebut serta bersepakat untuk tidak memelihara anjing. "Jika ada harus dikandangkan," ujarnya.

Mantara juga menjelaskan, pihaknya sudah mengecek langsung di dua desa itu dan hasilnya benar tidak ada anjing di dua desa tersebut. Menurut pengakuan warga setempat, katanya, warga trauma dengan kasus gigitan seekor anjing rabies di wilayah itu yang menggigit enam orang.

"Mereka trauma kasus tahun 2007 lalu dimana seekor anjing rabies menggigit enam orang dalam satu hari," katanya. Karena itu, dia mengharapkan desa dan kelurahan lain di Manggarai bisa mengikuti teladan warga Desa Lia dan Gulung. Sebab salah satu jalan agar masyarakat tidak menjadi korban rabies adalah dengan cara mengeliminasi secara total HPR.

Dikatakan juga, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan vaksinasi HPR secara besar-besaran. Hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap penularan rabies. Semua HPR disuntik dan vaksin anti rabies untuk HPR telah disiapkan dengan jumlah banyak sesuai populasi HPR yang ada di Manggarai.

Pantauan koran ini, di Ruteng jumlah anjing bisa mencapai ribuan ekor. Kasus gigitan anjing sangat tinggi yang dilihat dari jumlah yang berobat ke RSUD Ruteng untuk mendapat suntikan VAR. Pada Minggu (20/6), seorang anak SD dari Kelurahan Karot digigit seekor anjing dan sempat berobat ke RSUD Ruteng namun gagal mendapatkan suntikan VAR. "Anak saya tidak mendapat suntikan VAR, katanya habis," ujar Meliana, ibu korban. (kr2)

Banyak Pengusaha Mangan Belum Miliki Amdal

Senin, 21 Jun 2010
Ternak di Halimodok Mati Mendadak
  
ATAMBUA, Timex - Sekira 80-an perusahaan yang memiliki izin usaha penambangan (IUP) mangan di Kabupaten Belu saat ini belum memiliki izin kelayakan karena belum memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
"Sekira 80-an perusahaan yang memiliki IUP di Kabupaten Belu belum miliki dokumen Amdal, saat ini masih diurus," kata kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, Yoneta Mesak kepada wartawan disela-sela pembahasan Amdal di hotel Kingstar Atambua, Sabtu (19/6).

Yoneta menjelaskan, selama ini masih terjadi salah pengertian dari pengusaha tambang mangan di Kabupaten Belu. Dimana, izin eksplorasi disalahgunakan sebagai izin tambang, sehingga mangan di gali bukan untuk penelitian umum dan tanpa didahului kajian dampak lingkungan, namun sudah diperjualbelikan untuk produksi.

"Hal ini jika tidak segera dilakukan penertiban, maka dikuatirkan penambangan mangan akan mempercepat perusakan terhadap lingkungan. Saat ini dampak penggalian mangan semakin mengarah pada kerusakan lingkungan," katanya.

Karena itu, Yovita mengharapakan agar pengusaha mangan di Kabupaten Belu yang sudah memiliki izin eksplorasi untuk segera mengurus dokumen analisis mengenai dampak lingkungan agar bisa segera melakukan produksi mangan.

"Izin eksplorasi di Kabupaten Belu hanya sampai tahun 2011. Oleh karena itu dokumen Amdal wajib dilengkapi jika pengusaha mangan ingin investasinya berkembang pada tahap produksi setelah eksplorasi," paparnya.

Sementara, berdasarkan informasi yang dihimpun Timor Express dari Desa Halimodok Kecamatan Tasifeto Timur, masyarakat di sana akhir-akhir ini mulai resah. Pasalnya, ternak-ternak warga seperti sapi dan babi mulai mengalami penyakit kulit dan akahirnya mati.

Sekertaris Desa Halimodok, Yadokus Suri yang dikonfirmasi membenarkan kondisi hewan di desa tersebut yang akhir-akhir ini mulai mati mendadak. Namun, sampai saat ini, pemerintah desa setempat tidak bisa memastikan kalau tewasnya ternak milik warga disebabkan adanya aktivitas penambangan di Halimodok.

"Kita tidak bisa pastikan penyebab matinya sapi-sapi di sini karena adanya aktivitas penambangan. Namun kebanyakan tanda-tanda awal sapi mati yakni mengalami penyakit kulit dan akhirnya mati mendadak," Yadokus Suri. (onq)

Tujuh Tersangka Segera Disidangkan

Sabtu, 19 Jun 2010
Korupsi Pembangunan RSUD SoE

SOE, Timex-Paskah penahanan atas tujuh tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gedung rawat inap lantai dua RSUD SoE yang merugikan negara Rp 110 juta akan segera disidangkan.

Berkas keenam tersangka ini segera dilimpahkan Kejari SoE ke pengadilan untuk disidangkan. "Berkas enam tersangka ini masih akan disempurnakan setelah dikonsultasikan ke Kejati NTT," kata Plh Kejari SoE, Suhadi kepada koran ini, Jumat (18/6) kemarin.

Menurut Suhadi pelimpahan berkas tersangka kasus tersebut diupayakan dalam bulan ini. Sedangkan berkas Direktur PT. Almandira Sakti, Joneri Bukit yang juga tersangka dalam kasus yang sama hingga kemarin belum dilimpahkan ke Kejari SoE. Alasan belum diserahkan karena yang bersangkutan masih berada di Surabaya dan katanya hari ini (kemarin,red) baru ia kembali dari Surabaya. Rencananya Senin (21/6) baru berkasnya diserahkan ke Kejari SoE.

Penasehat hukum Jeane Wondal, Anthon Mone kepada koran ini mengatakan pihaknya tetap akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Meskipun dari segi prosedur hal ini sangat berat karena sesuai edaran Jaksa Agung menyangkut penangguhan penahanan dan pengalihan status tahanan harus seizin Kejagung. Namun kata dia, pihaknya tetap akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan.

Diberitakan sebelumnya, setelah mantan Direktris RSUD SoE, Jeane Wondal dan Ketua Komisi C DPRD TTS, Thimotius Tapatab dijebloskan ke Rutan SoE, Rabu (16/6) kemarin, lima tersangka lainnya menyusul. Kamis (17/6) kemarin, penyidik Polres TTS kembali menyerahkan lagi lima tersangka dalam kasus korupsi pembangunan gedung rawat inap RSUD SoE. Kelima tersangka itu yakni, Panitia PHO, Johanis Liunokas, Otniel Tulle, Aleksander Tefu, Muhamad Basuni dan Noldi Yola Tallo.

Kapolres TTS, AKBP Tito Basuki Priyatno kepada wartawan Kamis (17/6) mengatakan, setelah penyerahan lima tersangka ini maka tinggal Direktur PT. Almandira Sakti, Joneri Bukit yang belum diserahkan ke Kejari SoE. (dek)

Tertibkan Penambang Liar

Rabu, 23 Jun 2010
Terkait Tewasnya Tiga Warga Belu

ATAMBUA,Timex-Maraknya aktifitas penambangan mangan secara liar tanpa mengantongi izin mendapat sorotan tajam dari DPRD Kabupaten Belu, khususnya Komisi C yang membidangi pertambangan.
Adalah Ketua Komisi C DPRD Belu, Ciprianus Temu yang meminta agar Pemerintah Kabupaten Belu melalui instansi terkait yakni Dinas Pertambangan segera melakukan penertiban terhadap para penambang mangan yang tidak mengantongi izin.

"Belajar dari tiga warga di Fatuketi yang tewas saat melakukan aktifitas penambangan mangan secara liar maka dinas pertambangan dan beberapa dinas terkait lainnya perlu melakukan penertiban untuk aktifitas-aktifitas penambangan secara liar. Kita akui secara regulasi aturam tentang pertambangan di Kabupaten Belu masih lemah. Dengan demikian saat muncul masalah seperti ini maka siapa yang bertanggungjawab," tandas Ciprianus Temu, saat dikonfirmasi Timor Express, Selasa (22/6) kemarin.

Menurut anggota DPRD Kabupaten Belu dari Partai PKPB ini, musibah Minggu (20/6) yang menewaskan tiga warga Belu tersebut menjadi masukan penting baik kepada Pemerintah Kabupaten Belu maupun DPRD Belu agar dibahas rancangan peraturan daerah (ranperda) Kabupaten Belu tentang pertambangan.

"Pengalaman ini tentunya menjadi masukan penting bagi Pemkab dan DPRD dalam rancangan perda ke depan," jelas vokaliS DPRD Kabupaten Belu ini. Terpisah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Belu, Anton Suri mengatakan, berdasarkan hasil pendataan tim yang diturunkan untuk mengidentifikasi pemilik surat izin pertambangan di lokasi Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak. "Tim masih mendata, perusahaan mana yang memiliki izin penambangan. Sementara sesuai pengakuan warga, mereka melakukan penjualan kepada siapa saja yang hendak melakukan pembelian di sana," ungkapnya.

Anton Suri, mengatakan, ke depan pihaknya akan melakukan penertiban para penambang liar yang tidak memiliki izin lokasi penambangan maupun perusahaan tambangan yang melakukan spekulasi harga dengan melakukan pembelian secara tidak tetap pada lokasi yang telah mengantongi izin.

"Kita akan lakukan penertiban. Masalah tewasnya warga ini tentunya menjadi masukan berarti bagi Distamben dalam merancang perda tentang pertambangan yang sebentar lagi akan diajukan ke DPRD untuk dibahas," jelas Anton Suri. Seperti diberitakan koran ini, Minggu (20/6) sore sekira pukul 15.30 atau setengah empat sore, tiga orang warga tewas dalam tertimbun mangan saat sedang melakukan aktifitas penambangan di desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.

Tiga warga yang tewas saat melakukan aktivitas tambang secara manual atau tradisional tersebut adalah Jojina Gama, 48 dan putrinya, Anina Gama, 18, Jose Pareira, 51, dari desa Kenebibi, Kakuluk Mesakh.

Korban lainnya yang sekarat adalah Abilio, 36, warga desa Leosama yang berhasil dievakuasi namun kondisinya masih kritis. (onq)

Sidang Perkara SPPD Fiktif

Rabu, 23 Jun 2010
Ared Billik Cs Minta Dibebaskan

PEMBELAAN: Para terdakwa saat mendengarkan pembacaan pembelaan dalam persidangan kemarin (FOTO:LINDA MAKANDOLOE/TIMEX)


SOE, Timex--Sidang perkara SPPD fiktif dengan terdakwa Ared Billik, Albinus Kase dan Frangki Yohanis kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) SoE, Selasa (22/6) kemarin. Sidang dengan agenda mendengar pembelaan terdakwa dipimpin majelis hakim Soesilo didampingi hakim anggota Sarlota Suek dan Theodora Usfunan serta jaksa penuntut umum (JPU), Suhadi.

Dalam pembelaan setebal 29 halaman yang dibacakan penasehat hukum ketiga terdakwa, Marsel Radja dan Jimmy Haekase secara bergantian, ketiga terdakwa minta dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Ketiga terdakwa menyatakan sesuai fakta persidangan diakui jaksa penuntut umum bahwa telah dilakukan penyetoran kembali. Bahkan secara riil telah terjadi kelebihan penyetoran. Berarti bahwa negara diuntungkan bukan dirugikan.

"Rugikah negara jika uang negara digunakan untuk bantuan kemanusiaan, bantuan sosial, bantuan duka dan lain-lain. Bukankah ajaran hukum, bahwa kemanusia berada diatas hukum," kata Marsel.

Ia menambahkan kiranya ajaran Noodwer Exes dalam pidana umum tidaklah dilupakan, menolong orang lain yang terancam jiwanya, tidak dapat dihukum. Semata-mata hanya ada nilai kemanusiaan dalam ajaran Noodweer Exes.

Ia menambahkan dengan demikian ada dua sisi hukum yang tidak dapat dipisahkan dalam perkara ini yakni penggunaan dana SPPD untuk bantuan-bantuan tersebut yang berimplikasi kemanusiaan. "Dan telah ada pengembalian dana yang lebih sebelum penyelidikan dan sebelum penuntutan. Sehingga bagi penasehat hukum, unsur tersebut tidak terbukti," katanya.

Atau kata dia, jika majelis hakim berpendapat lain mohon dipertimbangkan tentang alasan-alasan penghapusan pidana. Pertama bahwa dana SPPD tahun anggaran 2007 sebagian penggunaannya telah digunakan untuk bantuan-bantuan kemanusiaan, keagamaan, bantuan sosial, bantuan duka, bantuan perayaan 17 Agustus, bantuan olahraga, seni dan lainnya.

Ditambahkan, bukankah digunakan secara signifikan untuk memperkaya diri para terdakwa atau memperkaya para penerima bantuan. Terbukti pula penuntut umum, tidak membuktikan berapa besar kekayaan para terdakwa masing-masing yang diperoleh dari bagian dana SPPD tersebut.
Kerugian negara yang didakwakan kepada para terdakwa, terbukti dalam persidangan dan diakui penuntut umum baik dalam dakwaan maupun dalam tuntutannya, telah dikembalikan oleh para terdakwa melebihi kerugian yang didakwakan. Secara faktualpun telah dikembalikan sebelum penyidikan dan penuntutan.

karena itu, ketiga terdakwa minta majelis hakim menjatuhkan putusan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada para terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan.
"Menyatakan membebaskan para terdakwa dari segala tuntutan.

Mengembalikan harkat, martabart dan kehormatan para terdakwa dalam kedudukannya. Atau jika majelis hakim berpendapat lain mohon dipertimbangkan tentang alasan-alasan penghapusan pidana terhadap para terdakwa," pungkasnya. (dek)

Tiga Warga Belu Tewas

Selasa, 22 Jun 2010
Tambang Mangan Secara Tradisional

ATAMBUA, Timex--Maraknya aktifitas penambangan batu mangan secara tradisional di Kabupaten Belu kembali makan korban. Minggu (20/6) sore sekira pukul 15.30 Wita, tiga warga Belu tewas tertimbun mangan ketika melakukan penambangan di desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Ironisnya, dua korban dari tiga korban yang tewas adalah seorang Jojina Gama, 48 dan putrinya, Anina Gama, 18 yang berasal dari desa Leosama, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.

Satu korban lainnya adalah Jose Pareira, 51, dari desa Kenebibi, Kakuluk Mesakh. Satu korban yang selamat namun dalam kondisi sekarat yakni Abilio, 36, warga desa Leosama.
Rui Lopez, salah seorang keluarga dari salah satu korban kepada koran ini, Senin (21/6) kemarin, mengatakan, tiga korban yang tewas disebabkan tertimbun runtuhan tanah dan batu dari bagian lubang galian saat menambang mangan.

"Kedalaman lubang galian sudah sampai lima meter. Sudah begitu mereka gali lagi ke bagian samping di dalam lubang tersebut sehingga berbentuk seperti terowongan. Akibatnya tanah di bagian atas terowongan tersebut runtuh dan akhirnya mereka terkubur dan mati di dalam lubang," jelas Rui Lopez.

Melihat runtuhnya tanah serta batu tersebut, Rui Lopez dan beberapa warga lain yang saat itu berada di lokasi kejadian langsung melakukan pertolongan. Namun kata dia, saat itu, hanya Abilio yang berhasil dievekuasi sekira satu jam setelah kejadian. Sementara tiga orang lainya sudah tertimbun rongsokan di dalam lubang galian batu mangan tersebut.

"Kami dengar ada yang teriak dari dalam lubang. Lalu kami usaha untuk berikan pertolongan, namun hanya Abilio yang bisa diselamatkan. Sementara Jose dan ibu serta anaknya sudah tertimbun di dalam lubang," jelas Rui Lopez.

Senin (21/6) kemarin, keluarga korban langsung melaporkan musibah ini ke Komisi C DPRD Kabupaten Belu. Saat berada di Kantor DPRD keluarga korban diterima Ketua Komisi C DPRD Belu, Ciprianus Temu dan dua anggota lainnya, Alex Bauk dan Ali Atamimi.

Usai dialog dan mendengarkan kronologis kejadian, Ketua Komisi C DPRD Belu, Ciprianus Temu, mengatakan, sesuai dengan penyampaian warga bahwa aktivitas penambangan tersebut dilakukan secara manual serta penjualannya pun dilakukan kepada siapa saja yang hendak membeli mangan di di lokasi tersebut.

Karena itu kata dia, DPRD Belu, tidak bisa menuntut siapa yang harus bertanggung jawab terhadap masalah yang menimpa para korban. Namun anggota DPRD dari PKPB ini mengatakan bahwa apa yang disampaikan warga menjadi masukan bagi DPRD khususnya pihak DPRD Belu untuk dibahas dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pertambangan mangan di Kabupaten Belu.

"Kita sulit untuk mencari tahu atau kurang lebih ada yang bertanggung jawab karena memang penggalian mangan di lokasi tersebut tidak melalui perusahaan pemilik izin usah pertambangan tertentu. Dengan demikian masalah serta kejadian ini, setidaknya menjadi masukan bagi pihak DPRD dalam pembahasan Ranperda tentang pertambangan di Kabupaten Belu," ujar Cipri Temu.
Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Belu, Anthon Suri mengatakan, setelah mendengar informasi tersebut telah menurunkan tim dari Dinas Pertambangan Kabupaten Belu untuk melakukan pendataan serta investigasi di lokasi penambangant.

"Kita sudah turunkan tim ke lokasi kejadian untuk pendataan, apakah lokasi tersebut diizinkan untuk aktivitas penambangan. Atau ada perusahaan tertentu yang biasa melakukan pembelian secara tetap di lokasi tersebut. Semua kebenaran terkait aktivitas penambangan sementara ini dalam proses penyelidikan oleh tim yang telah kami turunkan," pungkasnya. (onq)