Rabu, 16 Juni 2010

Rabies di Ngada Makan Korban

Selasa, 15 Jun 2010

BAJAWA, Timex-Yohanes Donbosko Bira, warga Desa Boba Baru Kecamatan Golewa akhirnya menghembuskan nafas terakhir di Ruangan Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Bajawa setelah digigit anjing rabies bulan lalu.

Korban masuk di RSUD Bajawa, Sabtu (13/6) dalam kondisi yang sangat parah. Setelah dirawat 20 menit, korban langsung menghembuskan nafas terakhir.

Direktur RSUD Bajawa, Aty Due yang ditemui Timor Express, Senin (15/6) membenarkan anak berusia enam tahun itu meninggal karena gigitan anjing rabies. Korban masuk sekira pukul 14.00 Wita dalam kondisi yang parah. Setelah dirawat beberapa menit kemudian langsung menghembuskan nafas terakhir.

Informasi yang disampaikan orangtua korban kepada petugas rumah sakit, Yoahens Donbosko pernah digigit aning rabies di kampung halamannya di Maumbawa Desa Boba Baru. Korban digigit di kaki kanan kanan hingga mengeluarkan darah. Gejala yang dirasakan korban dari mulut mengeluarkan air liur berbusa dan sering kejang-kejang. Jenasah korban langsung dibawa ke rumah duka untuk dimakamkan.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, Hilgardis Bhoko dalam rapat kordinasi penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) dan rabies Kabupaten Ngada yang berlangsung Senin (15/6) mengatakan sejak beberapa tahun terakhir penyakit rabies dan DBD telah menjadi perhatian pemerintah dalam upaya pemberantasannya. Namun, belum menunjukan hasil yang optimal.

Karena hingga saat ini masih ditemukan banyak kejadian yang berhubungan dengan kasus DBD dan rabies. Khusus untuk kasus gigitan anjing rabies di Ngada, jelas Bhoko, sejak tahun 2008 terdapat 205 kasus. Tahun 2009 sebanyak 329 kasus dan sampai dengan Mei 2010 terdapat 96 kasus. Dari data ini menunjukan kasus rabies merupakan masalah serius yang harus ditangani secara tepat.

"Penanggulangan rabies harus dilakukan secara intergral dan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pencegahan. Upaya penanggulangan rabies dapat dilakukan melalui pemberian vaksin dan pengendalian hewan penularan rabies (HPR)," jelas Bhoko.

Ia mengatakan, upaya pencegahan harus dilakukan secara terus-menerus untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya keberhasilan lingkungan. Karena dengan lingkungan bersih maka berbagai penyakit dapat dihindari. Berkaitan dengan upaya pencegahan terhadap penyakit rabies harus lebih mengarah pada kegiatan kongkrit yang berpihak kepada rakyat. (teo)

BPK Temukan Penyimpangan Rp 257 M

Rabu, 16 Jun 2010
194 Mobdin di Mabar Raib

JAKARTA, Timex--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam semester II Tahun 2009 menemukan sejumlah penyimpangan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara disejumlah kabupaten di NTT.
Dari hasil rekapitulasi, terdapat 26 obyek temuan dengan nilai kurang lebih Rp 257,03 miliar. Jumlah ini ditemukan ditujuh kabupaten termasuk Pemprov NTT yang didalamnya terdapat penyimpangan keuangan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Yohannes Kupang. Tujuh kabupaten itu, yakni Kabupaten Kupang, TTS, TTU, Belu, Manggarai, Manggarai Barat dan Sikka.

Di Kabupaten Manggarai Barat misalnya, BPK RI menemukan fakta bahwa 194 unit kendaraan dinas senilai Rp 4,5 miliar tidak diketahui keberadaannya alias raib entah kemana. Disamping itu, aset senilai Rp 7,19 miliar belum dimanfaatkan/difungsikan, serta aset daerah yang bersumber dari dana dekonsentrasi senilai Rp 4,31 miliar belum dicatat dalam kartu inventaris barang.

Di Kabupaten TTU, BPK Ri menemukan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 15,61 miliar pada Dinas Pendidikan tidak dimanfaatkan sehingga belum dapat menunjang program wajib belajar sembilan tahun (Wajardikdas).

Yang menarik adalah temuan di Kabupaten Kupang. Dari hasil pemeriksaannya, BPK RI menemukan kegiatan pembangunan gedung kantor dinas/badan untuk 18 SKPD senilai Rp 95,46 miliar berpotensi tidak diselesaikan tepat waktu sehingga tidak dapat segera dimanfaatkan.

Begitupun dengan pekerjaan lanjutan pembangunan gedung DPRD, Kantor PDE serta Badan Kesbangpol dan Infokom dengan dana senilai Rp 26,46 miliar tidak dianggarkan dalam APBD Kabupaten Kupang tahun 2009. Selain itu, aset tetap senilai Rp 38,84 miliar yang mengalami pemisahan dan penggabungan belum dialihkan pendataannya sesuai buku inventaris SKPD pengguna barang.

Selanjutnya cadangan dana pemeliharaan meter untuk penggantian meter air PDAM Kupang belum digunakan seluruhnya, terutama dana untuk pemeliharaan meter air yang nilainya mencapai Rp 3,41 miliar. Dari Kabupaten Manggarai, BPK juga menemukan sejumlah dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan.

Misalnya saja, pengakuan realisasi pendapatan retribusi penjualan produksi usaha
daerah Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura tahun 2008 dan 2009 senilai Rp 462,80 juta juga tidak tepat. Di Kabupaten Sikka, ditemukan juga ketidaktertiban pengelolaan penerimaan retribusi daerah pada empat SKPD, selanjutnya empat Perda retribusi daerah yang telah lewat lima tahun juga belum ditinjau ulang sehingga realisasi penerimaan tahun 2008-2009 tidak mencapai target sebesar Rp 939,33 juta.

Untuk Kabupaten Belu, ditemukan penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah dari kelompok tani senilai Rp 434,88 juta tidak optimal, dan pendapatan retribusi penggantian biaya KTP dan akte catatan sipil pada Dinas Kependudukan tahun 2008 dan 2009 senilai Rp 1,07 miliar terlambat disetor. Di Kabupaten TTS, penyewaan alat berat pada Dinas Prasarana
Jalan dan Pengembangan Perairan tahun 2009 belum dilunasi sebesar Rp 61,66 juta.

Yang tak kalah menarik juga adalah temuan hasil pengadaan barang tahun 2008 berupa pabrik air mineral dalam kemasan yang merupakan aset tetap senilai Rp 2,71 miliar belum dimanfaatkan.

Ditubuh Pemprov NTT, BPK RI juga menemukan adanya pengawasan dan pengendalian aset tetap berupa tanah belum optimal, dimana terdapat bagian tanah yang dikuasai pihak yang tidak berhak, sehingga kepemilikan aset daerah berkurang minimal senilai Rp 4,09 miliar. BPK juga menemukan adanya tunggakan hasil penjualan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat senilai Rp 184,10 juta.

Pemanfaatan aset tetap berupa tanah dan bangunan milik Pemprov NTT tidak didukung dengan kontrak kerjasama dan berpotensi tidak terealisasinya penerimaan daerah minimal senilai Rp 100 juta.

RSUD Kupang yang menjadi kebangaan masyarakat NTT juga tak luput dari perhatian BPK RI. Dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan aset tetap senilai Rp 38,01 miliar pada neraca RSUD Kupang per 31 Desember 2008 hanya berdasarkan realisasi belanja modal tahun 2007 dan 2008, dan ini belum ditatausahakan dengan tertib oleh pengelola barang.

Pengamanan barang milik daerah non medis belum optimal, dan konstruksi dalam pengerjaan tidak dicatat senilai Rp 5,2 miliar. Pengamanan barang milik daerah senilai Rp 8 miliar pada RSUD Kupang juga tidak optimal sehingga alat tersebut belum dimanfaatkan sesuai fungsinya.

Semua hasil temuan BPK RI, termasuk 29 provinsi lainnya di Indonesia ini, Senin (14/6) dibahas khusus dalam rapat internal Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Dalam rapat tersebut, seperti dituturkan anggota komite IV DPD RI asal NTT, Sarah Lerry Mboeik, mereka melakukan pembahasan khusus untuk menyoroti tingkat pelanggaran pengelolaan keuangan yang dilakukan di daerah. "Rapat ini kami lakukan sebagai upaya meningkatkan pengawasan, dan dalam rangka kegiatan di daerah nanti, persoalan ini yang akan dibahas bersama daerah," jelas Lerry.

Lery juga mengungkapkan, pembahasan berbagai temuan BPK RI ini juga ada kaitannya dengan rekomendasi yang akan diberikan DPD dalam rangka pembahasan APBN 2011. Saat ditanyai sikapnya khusus untuk temuan di NTT yang tidak sedikit itu, Lerry mengatakan bahwa menjadi perhatiannya, lantaran ada begitu besar dana yang dikelola secara tidak profesional.

Dan dalam rangka tugas ke daerah nanti, kata Lerry, masalah ini yang akan dia bahas bersama pemerintah daerah, bila nantinya ditemukan adanya disclaimer, aparat hukum diminta untuk menyikapinya secara serius.

Terkait dengan rekomendasi untuk pembahasan APBN, Lerry mengatakan bahwa, pihaknya akan mengupayakan dibahas dalam Komite IV agar daerah yang hasil audit BPK menemukan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) supaya diberi reward oleh pemerintah misalnya dengan menambah jumlah dananya.

Sedangkan daerah yang tingkat penyimpangannya tinggi, supaya diberi punishmant misalnya berupa pengurangan dana atau sanksi lainnya yang sejenis. "Untuk semua temuan itu, kita di Komite IV akan membahas dan merencanakan untuk melaporkan ke KPK untuk ditindaklanjuti. Khususnya bagi temuan yang disclaimer itu," tandas Lerry.(aln/fmc)

Temui Dewan, Tolak Perpanjangan Izin

Selasa, 15 Jun 2010
Timbulkan Pro Kontra di Masyarakat

KUPANG, Timex – Masyarakat RT 20 RW 06 Kelurahan Takari Kecamatan Takari dipimpin kepala Desa Oesusu Kecamatan Takari, Lewi ORL Bait dan tokoh masyarakat, Adrianus Wellem, Senin (14/6) mendatangi DPRD Kabupaten Kupang.
Kedatangan 10 warga terkena dampak mol batu PT Waskita Karya ini untuk menyampaikan penolakan perpanjangan izin usaha pertambangan untuk PT Waskita Karya di Kelurahan Takari.
Kepada anggota DPRD Kabupaten Kupang, Mauricio de Freitas, kepala Desa Oesusu, Lewi Bait menguraikan, PT Waskita Karya tidak komitmen dengan kesepakatan yang dilakukan sebelumnya. Dimana, Waskita Karya harus pindah dari wilayah Takari, namun hingga kini tidak ada tanda-tanda pindah malah tetap melakukan aktivitas.

“Waskita sampai sekarang tidak komitmen. Karena itu, dengan sangat kami minta wakil rakyat untuk melihat persoalan ini agar tidak terjadi gejolak di dalam masyarakat. Kami datang sekedar menanyakan agar kami merasa puas,” ujar Lewi.

Lewi menyatakan keheranannya, karena hingga saat ini mol batu milik PT Waskita Karya masih tetap berproduksi. Bahkan, ada penggalangan dukungan dari masyarakat yang dilakukan oknum-oknum tertentu untuk tetap mempertahankan keberadaan mol batu milik PT Waskita Karya di wilayah Takari.

“Yang buat kami bingung adalah, ternyata proses dilapangan tetap berjalan, bahkan ada penggalangan dukungan tandatangan dari masyarakat agar tetap mempertahankan keberadaan PT Waskita Karya. Bahkan, Lurah Takari telah menandatangani rekomendasi perpanjangan dengan adanya penggalangan dukungan tandatangan dari masyarakat.

Pemahaman kami, ini dilakukan untuk mempertahankan keberadaan Waskita Karya,” kata Lewi.
Lewi menjelaskan, sebagaimana pengakuan Lurah Takari, G Gomes, manajemen Waskita Karya menyodorkan surat rekomendasi yang dilampirkan dengan dukungan tandatangan masyarakat untuk ditandatanganinya. Dalam rekomendasi itu menyebutkan mengenai kompensasi yang akan diberikan Waskita Karya kepada masyarakat sebesar Rp 100 ribu per bulan.

“Tapi kita tanya sampai kapan kompensasi itu diberikan kepada masyarakat, tidak ada yang tahu. Lurah sudah tandatangan rekomendasi itu berdasarkan dukungan yang dilampirkan. Padahal, masyarakat yang terkena dampak tidak ikut menandatangani rekomendasi itu. Kami minta dari dewan dan pemerintah untuk coba memediasi kompensasi untuk korban dengan manajemen Waskita Karya agar jangan terjadi seperti ini,” pintanya.

Lewi menjelaskan, pihak Waskita Karya tidak pernah berkomentar untuk mempertahankan keberadaan mol batu di wilayah itu, tapi ada oknum-oknum yang mencoba untuk mempertahankan keberadaan Waskita Karya. “Ada apa sebenarnya? Kami tanya, kapan dewan merespon ini supaya kita ada pegangan nyata,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Mauricio Freitas mengatakan, Komisi A DPRD Kabupaten Kupang tetap komitmen dan tetap pada prinsip. Intinya, keberadaan mol batu milik PT Waskita Karya di tengah pemukiman masyarakat tidak layak. Sebab, menimbulkan dampak polusi dan menyebabkan masyarakat terkena dampak penyakit yakni ispa.

Mauricio menyayangkan sikap Waskita Karya yang tidak komitmen. Dimana, Waskita Karya sudah bersedia pindah dari wilayah Takari, namun hingga kini belum diwujudkan. “Kami komisi A tetap komitmen dengan masalah itu. Dewan tetap komit agar tidak terjadi gejolak di tengah masyarakat,” ujar Mauricio.

Karena beberapa anggota komisi A termasuk ketua komisi A, HANS Taopan sementara melakukan reses, sehingga setelah melakukan reses, dirinya kan melaporkan kepada ketua komisi A mengenai hasil pertemuan tersebut. “Saya akan lapor ke komisi dan akan panggil SKPD terkait untuk dengar pendapat mengenai persoalan ini. Ada orang dibelakang yang berpihak untuk mempertahankan itu. Izin untuk usaha di suatu tempat yang punya tegas adalah komisi A,” bebernya.

Usai pertemuan, warga Dusun Kiukenat Kelurahan Takari, Adrianus Wellem menjelaskan, oknum-oknum yang menggalang dukungan agar Waskita Karya tetap di pertahankan di tempat itu adalah orang-orang yang direkrut dan bekerja di mol batu milik Waskita Karya.

“Ada orang-orang yang berkepentingan yang tanahnya disewakan ke Waskita Karya sehingga mereka tunggangi lurah untuk membuat rekomendasi tanpa melibatkan masyarakat yang terkena dampak,” ujarnya sembari menjelaskan, warga RT 20 RW 06 yang terkena dampak dilanda ketakutan karena sering diintimidasi dan ditakut-takuti akan ditangkap polisi karena menolak keberadaan mol batu milik Waskita Karya. (ays)

Pengadaan Server dan Komputer Dibawah Tangan

Rabu, 16 Jun 2010
Di RSUD SoE

SOE, Timex – Pengadaan server dan delapan unit komputer desktop di RSUD SoE tahun anggaran 2008 oleh PT Tiakara yang beralamat di jalan Marinir KKO nomor 1 Cilandak Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan diduga dilakukan dibawah tangan antara... mantan Direktris RSUD SoE, Jeanne Wondal bersama PT Tiakara dengan biaya sebesar Rp 369.729.000.

Hal tersebut diketahui DPRD TTS ketika Direktur Pelaksana PT Tiakara, Hozahorry Fanggidae mengantar surat tembusan ke DPRD TTS yang diterima wakil ketua DPRD TTS, Ampera Seke Selan.

Ampera Seke Selan kepada wartawan, Selasa (15/6) di ruang kerjanya mengatakan, surat kepada bupati TTS yang tembusannya diterima DPRD menyebutkan, PT Tiakara telah melaksanakan instalasi server dan delapan komputer desktop dilokasi yang ditetapkan sesuai arahan Jeanne Wondal.

Perangkat lunak yang sudah dirancang dan diinstal pada server dihubungkan dengan desktop untuk pengoperasiannya. Untuk kelancaran pengoperasian sistem tersebut, perusahan itu telah memberikan pelatihan untuk 12 tenaga supervisor yang bertanggungjawab terhadap pengoperasian server dan 10 tenaga operator.

Usulan biaya dilakukan dua tahap yakni tahap pertama biaya pengembangan sistem termasuk piranti lunak, pengadaan server delapan desktop dengan paketnya serta peralatan LAN dan pelatihan sebesar Rp 369.729.000. Tahap dua pengembangan barcode system untuk keamanan pasien, stok farmasi dan logistik rumah sakit sebesar Rp 181.530.000.

Pembiayaan yang sudah disetujui adalah tahap pertama. Namun dalam jumlah tersebut baru dibayar Rp 8 juta tanggal 19 Januari 2009 dengan alasan akan dimasukan dalam APBD perubahan saat itu. Ketika dari perusahaan datang menemui Jeanne Wondal tanggal 20 Mei 2009, jawaban Jeanne Wondal, anggaran tersebut tidak dimasukan dalam perubahan dengan alasan tidak disetujui Bappeda Kabupaten TTS.

Ampera mengatakan, pihaknya segera mendisposisi surat dari perusahan tersebut ke komisi B untuk menindaklanjuti dengan memanggil RSUD SoE untuk klarifikasi termasuk kepala Bagian Perlengkapan RSUD SoE saat itu (sekarang mantan), Alex Tefu untuk klarifikasi.

Dikatakan, kedepan ditemukan bukti-bukti jelas tentang pengadaan tersebut, maka itu menjadi dasar DPRD meminta pemerintah daerah segera membayar hutang perusahaan tersebut. Namun jika tidak ada bukti-bukti jelas, misalnya semua dokumen pengadaan, maka perusahan itu boleh saja menempuh upaya hukum.

Terpisah, Direktur RSUD SoE, Musa Salurante yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa kemarin menduga, pengadaan tersebut dilakukan PT Tiakara n dibawah tangan bersama Jeanne Wondal. Pasalnya, tidak ada bukti-bukti kuat untuk menjadi dasar bagi RSUD SoE untuk merealisasi anggaran tersebut.

”Proyek itu tidak jelas anggaran dari mana dan apakah melalui tender atau tidak. Jika anggarannya diatas Rp 100 juta seharusnya melalui proses tender. Tapi proyek tersebut apakah ditender atau tidak, saya tidak tahu karena itu masih Direktris Jeanne Wondal. Sekarang saya mau bayar gunakan dasar apa,” jelas Musa.

Menurut Musa, hingga kini server tersebut berada dalam sebuah ruangan yang kunci pintu ruangan masih berada ditangan Alex Tefu. Sementara, Alex Tefu sudah pindah tugas ke Kecamatan Amanuban Selatan. Meski sudah beberapa kali diminta, tapi belum diserahkan kunci tersebut.

Mengenai operasi jaringan sistem yang dipasang apakah bermanfaat atau tidak, menurut Musa, pihaknya tidak tahu pasti. Tapi komputer yang berfungsi sekarang hanya tiga komputer di ruangan poli. (dek)

Terkait Kasus Illegal Logging di Fatuleu

Kamis, 17 Jun 2010
Surat Ijin Bupati Kupang di Setneg

JAKARTA, Timex--Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Ito Sumardi mengatakan, surat ijin pemeriksaan Bupati Kupang, Ayub Titu Eki dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono saat ini sudah berada di Sekretariat Negara (Setneg).
"Jadi surat ijin Bupati Kupang itu sudah ada di Setneg, kita tinggal menunggu pemberitahuan untuk gelar perkara bersama guna proses penerbitan ijinnya," ungkap Komjen Ito Sumardi saat ditanyai Timor Express usai Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI dengan Kapolri dan jajarannya di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan-Jakarta, Rabu (16/6).

Komjen Ito mengatakan ini menjawab pertanyaan Timor Express terkait mengendapnya surat penyidik Polres Kupang di Mabes Polri, sementara surat itu sudah dikirim sejak 13 Januari 2010 lalu.

Sebagaimana diberitakan, sehari sebelumnya, koran ini melansir berita bahwa surat penyidik Polres Kupang yang disampaikan ke Mabes Polri untuk diproses surat ijin pemeriksaan ke Presiden terkait dengan kasus ilegal logging di Kabupaten Kupang yang ikut menyeret Bupati
Kupang, Ayub Titu Eki mengendap di Mabes Polri dan nyaris tak jelas rimbanya.

Sementara itu, Mendagri Gamawan Fauzi ketika memberi pengarahan saat Rapat Kerja Peningkatan Akuntabilitas Keuangan Negara di Istana Wapres Jakarta Rabu (16/6) kemarin menyebutkan bahwa hingga saat ini Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan 150 izin pemeriksaan kepada kepala daerah untuk menjalani proses hukum terkait dugaan tindak pidana yang dilakukannya, khususnya tindak pidana korupsi.

Menurut Gamawan, keluarnya izin pemeriksaan terhadap 150 kepala daerah di Indonesia menunjukkan lemahnya kualitas dan kapasitas pengelolaan keuangan negara. "Banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi bukan merupakan prestasi dalam penegakan hukum, namun merupakan suatu hal yang memprihatinkan semua pihak," jelasnya.

Dikatakan, ketika seorang kepala daerah berurusan dengan penegak hukum sebagai tersangka, maka yang bersangkutan tidak mampu lagi memikirkan dan mencurahkan perhatian untuk kesejahteraan rakyat. “Hal ini merupakan kerugian bagi daerah karena kurang efektifnya penyelenggaraan pemerintah.

Padahal perbuatan tersebut di antaranya bukan penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, tapi ada yang merupakan kekeliruan menafsirkan aturan yang ada atau tindakan yang merupakan diskersi kepala daerah dalam mengatasi permasalahan,” pungkas mantan Gubernur Sumatera Barat ini.

Bupati Kupang, Ayub Titu Eki tersandung kasus hukum setelah memberikan rekomendasi dalam penebangan kayu jati dalam kawasan hutan lindung di Oebesa Desa Silu Kecamatan Fatuleu. Kasus yang ditangani penyidik Polres Kupang ini telah menetapkan kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang, Marthen Sakkung tersangka.

Selain Kadis Kehutanan, penyidik Polres Kupang juga menetapkan sepuluh tersangka lainnya yakni kepala Desa Silu, Ananias Taneo, kepala Resort Polisi Hutan Takari, Hendrik J Henuk, staf RPH Takari Sadrak B, Karolina Lay dan Jeny Paratuan (staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang) serta empat warga Desa Silu yakni Yonas Tani, Metusala Taneo, Donatus Keba dan Musa. Tersangka lainnya adalah pengusaha Handoyo diduga kenalan Bupati Kupang, Ayub Titu Eki yang membeli kayu hasil penebangan ini.

Penyidik Polres Kupang berhasil menyita barang bukti 264 gelondongan kayu jati yang ditebang di kawasan yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Barang bukti tersebut kini diamankan di Polsek Takari. Kayu tersebut ditebang bulan November 2009 lalu oleh pengusaha Handoyo.
Prosedur hingga dikeluarkannya izin tersebut berawal dari telaahan dua staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, Karolina Lay dan Jeny Paratuan.

Keduanya mendapat rekomendasi dari RPH Takari yang menyatakan kawasan yang hendak ditebang tidak masuk dalam kawasan hutan lindung. Atas dasar rekomendasi tersebut kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang mengeluarkan izin penebangan kepada Handoyo sebagai pemohon setelah membuat laporan kepada Bupati Kupang. Bupati Kupang Ayub Titu Eki juga memberi rekomendasi terhadap penebangan kayu jati di kawasan tersebut.

Ternyata, kawasan yang ditunjuk tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung sesuai keterangan saksi ahli Dinas Kehutanan Provinsi NTT, kawasan yang ditunjuk tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung. Karena itu penyidik Polres Kupang langsung melakukan proses hukum terhadap kasus tersebut. Para tersangka dijerat dengan UU 41/1999 tentang Kehutanan.

Untuk diketahui, kasus illegal logging seperti ini juga terjadi di Kabupaten TTS, tahun 2009 lalu. Kasus ini akhirnya menyeret mantan Bupati TTS, Daniel Banunaek ke tahanan. Banunaek divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri SoE.

Dalam putusan Majelis Hakim, Daniel Banunaek melanggar Pasal 78 junto Pasal 50 ayat 3 huruf b dan huruf f UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Dirinya dikenai denda Rp20 juta subsidair tiga bulan penjara. (aln/fmc)

Mantan Direktris RSUD SoE Ditangkap

Kamis, 17 Jun 2010

TUTUP WAJAH: Mantan Direktris RSUD SoE, Jeane Wondal menutup wajahnya ketika diserahkan ke Kejari SoE dalam kasus korupsi pembangunan RSUD SoE, Rabu (16/6) kemarin.(FOTO:LINDA MAKANDOLOE)
SOE, Timex--Setelah sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres TTS sejak Januari 2010 lalu, mantan Direktris RSUD SoE, Jeane Wondal akhirnya berhasil ditangkap anggota Polres TTS. Tersangka korupsi pembangunan gedung rawat inap RSUD SoE ini menyusul tujuh tersangka lainnya dalam kasus yang merugikan negara Rp 110 juta.

Hal ini ditegaskan Kapolres TTS, AKBP Tito Basuki Priyatno kepada Timor Express, Rabu (16/6) di SoE. Menurut Basuki Priyatno berdasarkan informasi masyarakat dan DPO yang sudah disebarkan maka tim anggota Polres TTS berhasil meringkus Jeane Wondal ditempat prakteknya, Senin (14/6) di Manado pada malam hari.

Selasa (15/6), Jeane Wondal dikawal ketat tim anggota Polres TTS menggunakan pesawat Lion Air tiba di bandara El Tari Kupang sekitar pukul 24.00 wita. Perjalan dilanjutkan ke SoE dan tiba Rabu (16/6) sekitar pukul 02.30 Wita dini. Tersangka langsung diamankan sementara di Polres TTS sebelum diserahkan ke Kejari SoE. Tersangka lainnya, Ketua Komisi C DPRD TTS, Thimotius Tapatab (konsultan pengawas Red) ikut diserahkan ke Kejari SoE.

Kedua tersangka ini diterima, Kasi Pidsus, Hendra Sudirman dan langsung dijebloskan ke Rutan SoE Kapolres Basuki Priyatno mengatakan dalam kasus ini ada delapan tersangka dan dua tersangka sudah diserahkan ke kejaksaan kemarin.

Enam tersangka lainnya masing-masing Direktur PT. Almandira Sakti, Joneri Bukit, Panitia PHO, Johanis Liunokas, Otniel Tulle, Aleksander Tefu, Muhamad Basuni dan Noldi Yola Tallo akan diserahkan hari ini, Kamis (17/6).

Keduanya diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan dan dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Sprin penahanan nomor : print-1219/P.3.11/FT.1/06/2010 untuk Jeane Wondal untuk ditahan di Rutan SoE. Sprin penahanan nomor: print-1223/P.3.11/Ft.1/06/2010 untuk Thimotius Tapatab. Keduanya ditahan di Rutan SoE selama 20 hari terhitung tanggal 16 Juni- 15 Juli 2010.

Jeane Wondal selaku kuasa pengguna anggaran di RSUD SoE saat itu telah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan gedung rawat inap RSUD SoE tahun anggaran 2007 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 65.075.183,73. Sedangkan Thimotius Tapatab selaku konsultan pengawas telah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan gedung rawat inap RSUD SoE tahun anggaran 2007 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 45.223.910
Keduanya melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 yang telah diubah dengan UU 20/2001 tentang tindak pidna korupsi.

Pantauan koran ini, kedua tersangka berada di Kejaksaan selama kurang lebih sembilan jam, sejak pukul 08.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita keduanya diantar ke Rutan SoE menggunakan mobil tahanan. Sebelumnya penasehat hukum (PH) Jeane Wondal, Anthon Mone mengatakan pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan tapi ditolak jaksa.

Pembangunan gedung rawat inap RSUD SoE itu dikerjakan tahun anggaran 2007 dengan dana Dekon senilai Rp 2.293.333.000. Namun pekerjaan fisik dilapangan belum rampung seratus persen dan Desember 2007 panitia PHO menandatangani berita acara PHO /penyerahan tahap pertama fisik seratus persen dari pihak ketiga kepada penggunan barang jasa dalam hal ini RSUD SoE.

Penandatanganan berita acara PHO dilakukan untuk pencairan dana dari penyelenggaran keuangan negara (KPKN) Kupang. Padahal tanggal 31 Desember 2007 pekerjaan fisik proyek tersebut belum rampung, baru tahapan fondasi dan beton. Akibat dari itu berdasarkan hasil audit BPKP proyek tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 110 juta dan denda sebesar Rp 778 juta dari pihak ketiga. (dek)